Dunia saat ini
memasuki pendidikan abad 21. Abad yang dikenal dengan era digitalisasi tersebut
memberikan tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. Pendidikan Abad 21
memiliki karakteristik (Hasibuan & Prastowo, 2017): kreatif dan inovatif (creative and innovative), berpikir
kritis (critical thinking),
pengintegrasian ilmu (integration of
science), mudah mendapatkan informasi (easy
to get knowledge), berjiwa komunikatif dan kolaboratif (communicative and collaborative spirit),
menghargai perbedaan pendapat (respect
differences of opinion) dan pendidikan sepanjang hayat (longlife education).
Mewujudkan
pendidikan abad 21 tidaklah mudah. Dibutuhkan Inovasi merupakan sebuah hasil
pemikiran berupa ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan atau diamati
sebagai suatu hal yang baru, baik itu berupa hasil invention maupun discovery (Kusnadi,
2017).
Sedangkan inovasi
pendidikan adalah inovasi untuk memecahkan masalah dalam pendidikan, khususnya
pendidikan abad 21. Inovasi pendidikan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan
komponen sistem pendidikan, baik dalam arti sempit, yaitu tingkat lembaga
pendidikan, maupun arti luas, yaitu sistem pendidikan nasional (Rusdiana,
2014). Menurut Dimans (dalam Scheer, A, Noweski, C, & Meinel, C. 2012) disamping
meningkatnya kompleksitas kehidupan sehari-hari, globalisasi, kemajuan
teknologi yang cepat berubah, siklus produk yang semakin pendek dan persaingan
ekonomi yang semakin ketat, kapasitas inovatif yang terdiri dari keterampilan
abad ke21 telah menjadi penting bagi individu untuk bertahan hidup dalam
masyarakat yang terus berubah.
Dalam menjalankan
inovasi pendidikan, diperlukan sebuah metode, atau pendekatan. Ada banyak
sekali metode atau pendekatan inovasi, diantaranya adalah: a) ATM (Amati, Tiru,
Modifikasi), b) Teknik Scamper, c) Quality
Function Development, dan d) Design Thinking (Nasution & Kartajaya,
2018). Salah satu metode inovasi yang terkenal adalah Design Thinking.
|
Sumber:fortune |
Menurut Tim Brown (2008), Design Thinking
adalah metode inovasi yang menggunakan kepekaan, pola pikir dan metode desainer
untuk memenuhi kebutuhan pengguna akhir, sampai pada kelayakan startegi dan
bisnis sehingga mengubahnya menjadi nilai pelanggan dan peluang pasar.
Dalam bahasa
sederhananya, Design Thinking adalah sebuah proses menciptakan ide-ide baru dan
inovatif yang dapat memecahkan masalah (Brown, 2018). Design Thinking berlabuh
pada teori pembelajaran Konstruktivis
Sociocultural Vygotskian karena menggunakan kerangka perancah dan
mempengaruhi cara belajar konstruktif: motivasi untuk eksplorasi, keterbukaan
untuk ide-ide baru, pemikiran kreatif dan kompetensi metakognitif lainnya. Artikel ini akan mengulas lebih jauh tentang
pendekatan pembelajaran mengunakan Design
Thinking
Konsep Design Thinking
Design Thinking menurut
Tim Brown (2008), adalah metode
inovasi yang menggunakan kepekaan, pola pikir dan metode desainer untuk
memenuhi kebutuhan pengguna akhir, sampai pada kelayakan startegi dan bisnis
sehingga mengubahnya menjadi nilai pelanggan dan peluang pasar. Dalam dunia
pendidikan, Design thinking didefiniskan sebagai “orientasi penbalajaran yang
mencakup pemecahan masalah secara aktif dan menyusun kemampuan untuk
menciptakan perubahan yang berdampak (Lor, 2017).
Design Thinking
digunakan sebagai solusi untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk dalam dunia
pendidikan. Masalah jahat memiliki ruang dan komplesitas masalah yang luas dan
tidak terikat, terbuka untuk interpretasi, dikelilingi oleh pendapat yang
saling bersaing atau bertentangan, dan tidak mungkin dapat diseleaikan
sepenuhnya (Hawryszkiewycz, Pradhan, & Agarwal, 2015).
Design Thinking juga
digunakan untuk mempromosikan keterampilan pemecahan masalah abad 21, membantu
siswa untuk berpikir seperti desainer, membantu siswa menghadapi situasi sulit,
memecahkan masalah kompleks, masalah di sekolah dan dalam kehidupan pada umumya
(Razzouk & Shute, 2012). Sedangkan Scheer & Plattner (2011),
berpendapat bahwa Design Thinking efektif dalam mendorong pembelajaran abad
ke-21 melalui penerapannya dalam proyek interdisipliner yang kompleks secara
konstrktivis holistik.
Salah satu
keterampilan abad 21 yang harus dikuasai siswa dan diajarkan oleh guru adalah
kreativitas. Kreativitas akan muncul pada diri siswa jika siswa tersebeut
mempunyai keyakinan kreatif. Keyakina kreatif dipupuk ketika orang memiliki
kesempatan untuk berpikir seperti seorang desainer (Bowler, 2014). Pendekatan
Design Thinking menawarkan seseorang non-desianer kesempatan untuk bertindak
dengan percaya diri kreatif, dan menganggap diri mereka sebagai bagian dari
menciptakan masa depan yang lebih diinginkan (Munyai, 2016).
Pendekatan ini jika
diimlementasikan dalam kegiatan pembelajaran, memungkinkan siswa memperoleh dan
mengalami penguasaan kreatif dengan menyediakan proses pemecahan masalah yang
kreatif, ruang kerja yang kreatif dan kolaborasi dalam tim (Von Thienen,
Royalty, & Meinel, 2017).
Ada 5 elemen penting
yang ada di dalam Design Thinking (Accenture, 2020) yang harus anda ketahui
diantaranya adalah:
1. People Centered
Harus ditekankan bahwa
setiap tindakan yang dilakukan harus berpusat kepada apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh pengguna. Keinginan dan kebutuhan tentu solusi yang dibuat
hanya dapat memecahkan masalah tertentu saja. Sementara impact yang ditimbulkan
hanya seperti percikan api yang kecil. Dalam hal ini anda harus berhati-hati
karena bisa-bisa anda hanya mengeluarkan energi besar untuk sesuatu yang kecil
saja.
2. Highly Creative
Dalam mengembangkan
kreativitas, Anda akan dibebaskan sebebas-bebasnya. Dalam hal ini tidak ada
aturan yang kaku dan juga aturan baku. Bahkan di dalam mengembangkan
kreativitas sebaiknya dikolaborasikan dari berbagai bidang berbeda, agar dapat
melahirkan solusi terbaik.
3. Hands on
Dalam proses desain itu
sendiri harus dilakukan dengan melakukan percobaan lain. Bukan hanya
berdasarkan kepada teori atau sebuah gambar sketsa saja yang ada di atas
kertas.
4. Iterative
Proses harus dilakukan
dengan berbagai macam tahapan yang dikerjakan dengan berulang kali. Tujuannya
untuk bisa mengimprovisasi serta menghasilkan solusi yang terbaik untuk
memecahkan masalah.
5. Digerakan oleh Prototipe
Sebuah prototipe dapat digunakan untuk berkomunikasi dan
menguji data Anda. Baik itu produk sampel atau ide yang digambar di atas
kertas, membuat representasi nyata dari solusi Anda memungkinkan untuk berbagi
dan mengumpulkan umpan balik.
Tahapan
Design Thinking
Design Thinking
sebagai kerangka kerja dinamis dan non-linier bekerja dengan lima langkah yang
dapat digunakan oleh semua tim (Wolniak, 2017).
Tahapan tersebut: (1) Empathize, (2) Define, (3) Ideate, (4) Prototype
dan, (5) Test. Kelima tahapan tersebut akan kami deskripsikan sebagai berikut:
1. Emphatise
Tahapan pertama yang
harus dilakukan adalah anda harus memahami serta berempati terhadap masalah
yang akan dipecahkan. Dalam tahap ini anda juga bisa berkolaborasi dengan ahli
yang terkait untuk memperoleh informasi lebih banyak. Anda juga dapat melakukan
pengamatan yang terkait di dalam berbagai macam kegiatan. Hingga akhirnya anda
akan mempunyai pengalaman pribadi. Ini penting untuk dilakukan guna mengecilkan
asumsi serta memperbesar pemahaman anda mengenai kebutuhan serta keinginan
stakeholder yang bermasalah.
2.Define
Jika sebelumnya anda
mengumpulkan berbagai macam data serta informasi, maka di dalam tahap ini anda
bersama dengan tim akan mendefinisikan masalah inti yang ada. Anda bisa membuat
problem statement yang fokus terhadap penggunaan akhir sebagai gambaran anda
bisa membuat definisi sebagai berikut.
Bagaimana anda
memperoleh pendapatan 5% pada target market bekerja. Namun versi yang benar
adalah “bekerja memerlukan perangkat yang tepat guna mengembangkan skillnya
sehingga hidupnya akan lebih mudah”.
Tahapan desain sendiri
bisa membantu tim di dalam memahami berbagai macam permasalahan dengan lebih
mudah. Dan bisa memikirkan ide yang dapat dijadikan solusi dari permasalahan
tersebut. Ide hebat bisa berupa fitur baru di dalam aplikasi, fungsi-fungsi
atau bentuk yang benar-benar eksperimental yang sebelumnya memang belum ada.
3. Ideate
Ini adalah tahapan
dimana anda menyaring sejumlah opsi yang ada untuk mendapatkan kemungkinan
solusi yang ada untuk memecahkan masalah. Anda bisa mengumpulkan berbagai macam
ide solusi dari tim. Ada ratusan teknik untuk mengumpulkan ide-ide seperti Brainstorm, Brainwrite, Scamper dan lain
sebagainya. Anda bisa memakai mana yang efektif dan nyaman dipakai untuk semua
anggota. Dari sini bisa muncul kemungkinan banyak ide sebagai alternatif solusi
untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
4. Prototype
Prototype dibuat sebagai
alat dimana anda bisa langsung diujicoba pada pengguna akhir purwarupa atau prototype.
Ini dapat berupa apa saja tergantung dari ide solusi apa yang nanti akan
diujicobakan. Sebaiknya fokus kepada proses yang akan dilakukan pengguna akhir.
Dengan demikian, anda
bisa memperoleh umpan balik yang sesuai. Jika menggunakan pengembangan board
games, Anda dapat mengembangkan prototype dengan pulpen dan juga kertas untuk
menguji seperti apa mekanik game. Serta memperoleh umpan balik apakah Board
Games tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan akhir yang anda inginkan.
Sementara itu, untuk digital
games atau aplikasi, maka anda dapat membuat purwarupa yang berupa playable
games dengan menambahkan fitur utama yang ingin diujikan. Karena bisa jadi di
dalam aplikasi purwarupa anda memakai tampilan statis untuk menguji user
interface dan juga user experiences.
5. Test
Setelah melewati langkah
panjang dan prototype atau purwarupa selesai, maka panduan menggunakan design
thinking yang terakhir adalah dengan melakukan uji coba bagi pengguna akhir.
Jangan lupa sebaiknya selalu dicatat berbagai macam hal, sehingga anda bisa
memperoleh data yang cukup di dalam mengambil keputusan.
Pengujian bisa dilakukan
berulang kali atau dengan sistem iteration sampai memang benar-benar ditemukan
solusi terbaik bagi permasalahan yang ada. Anda dapat menguji coba berbagai
macam ide di tahap ketiga untuk mencoba solusi baru atau menggabungkan beberapa
ide yang ada sekaligus.
Kesimpulan
Design Thinking
merupakan salah satu metode inovasi yang berpijak pada kebutuhan pengguna.
Metode ini sangat unik dan mudah dimplementasikan dalam pelbagai bidang atau
lapangan pekerjaan, termasuk dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Design
Thinking dapat digunakan oleh guru dalam mewujudkan keterampilan abad ke-13
serta mewujudkan kreativitas pada siswa.
Daftar
Pustaka
Accenture.
(2020). Why people are at the center of
Design Thinking. https://www.accenture.com/us-en/blogs/blogs-careers/why-people-are-at-the-center-of-design-thinking.
Diakses, 9 Desember 2021.
Anderson,
N. (2012). Design Thinking: Employing an Effective
Multidisciplinary Pedagogical Framework To Foster Creativity and Innovation in
Rural and Remote Education. Australian & International Journal of Rural
Education, 22(2), 43–52
Bowler, L. (2014). Creativity
through “Maker” Experiences and Design Thinking in the Education of Librarians.
Knowledge Quest, 42(5), 58–61
Brown, Tim. 2008. Design Thinking. Harvard Business
Revieww, Issue 86(6):84-92
Carroll,
M., Goldman, S., Britos, L., Koh, J., Royalty, A., & Hornstein, M. (2010). Destination, Imagination and the Fires
Within: Design Thinking in a Middle School Classroom. The Journal of
Academic Development and Education, 1.
Hasibuan, A T & Prastowo, A.
2019. Konsep Pendiidkan Abad 21:
Kepemimpinan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia SD/MI, (https://publikasiilmiah.unwahas.ac.id/). Diakses 20 September 2021
Kusnandi. (2017). Model Inovasi Pendidikan Dengan Strategi
Implementasi Konsep “Dare To Be Different. Jurnal Wahana Pendidikan Vol.4
No. 1 Januari, 135.
Lor, R. 2017. Design thinking in education: a critical review of literature.
Asian Conference on Education & Psychology, Bangkok, Thailand, 24-26 May.
Munyai, K.
(2016). Design Thinking: A Methodology
towards Sustainable Problem Solving in Higher Education in South Africa.
International Association for the Development of the Information Society
Nasution, A H & Kartajaya,
H. 2018. Inovasi. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Razzouk, R., & Shute, V. (2012). What Is Design Thinking and Why Is It Important? Review of Educational
Research, 82(3), 330–348
Rusdiana.2014. Konsep Inovasi Pendidikan.
Bandung:Pustaka Setia
Scheer, A, Noweski, C, &
Meinel, C. 2012. Transforming
Constructivist Learning into Action: Design Thinking in Education. Design
and Technology Education:An International Journal, 17 (3).
Wolniak, R.2017.The Design Thinking Method and Its Stages. (https: (https://www.semanticscholar.org/paper/The-Design-Thinking-method-and-its-stages-Wolniak/791b962c41755bd02504e08f53a4bb4117792ee3). Diakses
21 September 2021