Kita akan membahas sedikit tentang teori belajar kognitif. Teori
belajar kognitif menjadi dasar dari ilmu psikologi sekaligus ilmu
pedagogik. Karena itu para pendidik wajib memahami teori ini.
Konsep Teori Belajar Kognitif
Cognitive atau cognition artinya pengertian, makna
luasnya adalah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan. Kognitif menjadi
sebuah aliran/pendekatan psikologi dan belajar dengan ilmu sains kognitif
sebagai fundamentalnya.
Kognitif menjadi salah satu wilayah psikologi manusia
yang meliputi perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman. Perhatian,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemikiran dan pemecahan masalah.
Pendekatan kognitif menekankan arti penting proses
internal, mental manusia. Dalam pandangan ahli kognitif, tingkah laku manusia
yang nampak tidak dapat diukur atau diterangkan tanpa melibatkan proses mental,
seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan, mindset, dan sebagainya.
Dalam perpsektif psikologi kognitif, belajar pada
dasarnya adalah peristiwa mental, bukan behavioral (jasmaniah).
Untuk memahami ini, kita lihat contoh di bawah ini:
Contoh pertama
Andi makan dengan lahap di kantin sekolah. Dalam
pandangan behaviorisme, aktivitas Andi merupakan aktivitas fisik (tangan dan
mulut) yang didasari oleh dorongan eksternal, yakni keharusan untuk melahap
sebuah makanan. Sedangkan dalam pandagan psikologi kognitif, lahapnya Andi
menyantap makanan karena factor mental, dorongan untuk mempertahankan diri,
menjaga kesehatan, keinginan untuk tetap bisa tumbuh dan berkembang.
Contoh kedua
Rendy beberapa hari ini memutuskan untuk mengikuti
kursus online. Dalam pandangan behaviorisme, Rendy belajar online course karena
mendapatkan stimulus luar berupa fasilitas gratis tanpa berbiaya. Dalam
pendangan aliran kognitif, keputusan Rendy tidak semata-mata karena dorongan
eksternal yang menarik, namun karena pertimbangan yang matang dengan melibatkan
proses mental.
Jadi …
Teori belajar kognitif lebih melihat belajar dari
aspek proses daripada hasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar
melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berpikir kompleks (otak).
Dari kedua contoh di atas, menunjukkan bahwa perilaku
belajar bukan sekedar peristiwa S-R Bond (ikatan antara stimulus dan respon)
namun banyak melibatkan proses kognitif.
Menurut Piaget, “ …. Children have a built-in desire
to learn”, bahwa anak-anak memiliki dorongan yang melekat pada dirinya sendiri
untuk belajar.
Produk
Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif mengilhami beberapa psikolog
dan pendidik membuat konsep atau teori belajar baru (pada masa itu), salah satu
tokohnya diantaranya adalah Jean Piaget, Lev Vygotsky, Jerome Bruner, Gagne,
dan Ausubel. Mereka dikenal sebagai tokoh-tokoh aliran kognitif.
01#. Jean Piaget dengan Proses Kognisi dan
Cognitive Developmental
Jean Piaget adalah pendidik, ilmuwan dan psikolog
Swiss yang dikenal atas teori perkembangan kognitif serta perintis teori
konstruktivistik yang popular pada masa ini. Piaget mengenyam pendidikan di
Universitas Neuchatel dan Universitas Zurich Swiss. Ia sempat pergi ke Belles,
Perancis untuk mengajar di sebuah sekolah yang dikelola oleh Alfred Binet. Pada
tahun 1921, kembali ke Swiss untuk menjabat sebagai direktur Rousseau
Institute, Jenewa Swiss.
Proses Kognisi
Piaget berpendapat setiap manusia mempunyai pola
struktur kognitif baik secara fisik maupun mental yang mendasari
perilaku dan aktivitas intelegensi seseorang yang berhubungan erat
dengan pertumbuhan anak. Ia berpendapat intelektual (kognitif) dan afektif
selalu berjalan berdampingan. Dampak dari teori ini, emosi dan afeksi manusia
muncul dari suatu proses yang sama dalam tahap tumbuh kembang kognitif yang
terbagi menjadi 4 jenis proses: asimilasi, akomodasi, konservasi, dan
reversibility
Dalam teori ini, anak belajar membangun unit
pengetahuan melalui informasi dari lingkungannya yang kemudian diasimilasikan
ke dalam pemikirannya yang disebut sebagai skemata (schemata), kemudian
pola pikir dan perilaku anak berakomodasi (berubah) sesuai dengan
persepsi baru yang dipelajari.
Dalam proses asimilasi anak beradaptasi terhadap
lingkungan untuk kepentingannya, disaat yang sama ia dibatasi oleh kemampuannya
sendiri. Dalam proses tersebut anak melakukan konservasi, memilih
atau membedakan antara pemahaman eksplisit (nyata) dan implisit (samar).
Reversibility terjadi ketika anak memodifikasi struktur pemikirannya dengan
menggabungkan pemahaman/pengalaman lama dengan pemahaman/pengalaman baru.
Teori Konstruktivistik
Menurut Piaget, anak-anak mengkonstruksi pengetahuan
mereka berdasarkan pengalaman. Anak-anak mtidak hanya sekedar mengumpulkan
hal-hal yang telah mereka pelajari menjadi suatu koleksi fakta-fakta yang
terisolasi. Mereka menggabungkan pengalaman-pengalaman mereka menjadi suatu
pandangan terintegrasi mengenai cara kerja dunia di sekitar mereka.
Perkembangan Kognisi
Jean Piaget juga mengembangkan teori tumbuh kembang
kognisi. Menurutnya tahapan cognitive learning development terdiri
dari:
- Tahap Sensori motoric (0-2 tahun). Bayi mulai membangun pemahaman dunia sekitarnya dengan mengkoordinasikan antara pengalaman indera dengan gerakan sensori motoriknya.
- Tahap Pra -operasional (2-7 tahun). Tahap ini, pemikiran simbolis meningkat, pemikiran operasional belum ada. Aspek centration mulai berkembang, yaitu karakteristik pemikiran memusatkan perhatian pada satu karakteristik namun mengabaikan karakteristik yang lain. Tahap ini belum ada kemampuan menyusun urutan benda dan kemampuan melakukan klasifikasi.
- Tahap Operasional kongkrit (7-11 tahun). Anak mulai berpikir kongkrit, berpikir secara operasional dan penalaran logis. Anak juga sudah bisa melakukan seriation,yaitu melakukan pengurutan berdasarkan dimemsi kuantitatif. Anak juga bisa melakukan transivity, yaitu kemampuan melakukan kombinasi hubungan-hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan tertentu.
- Tahap Operasional formal (11-15 tahun). Tahap ini, anak seusia
remaja sudah mampu berpikir abstrak, logis, dan idealis, dapat menyusun rencana
untuk memecahkan masalah secara sistematis dan mengujinya. Piaget menyebutnya
dengan hypothetical deductive reasoning yaitu menyusun
hipotesis dalam memecahkan masalah dan kemudian mengambil kesimpulan.
Beberapa ahli psikologi dan pendidikan mengkritik
Piaget, seperti yang dikemukakan oleh Robert Gagne. Menurut Gagne, Piaget
mengabaikan pentingnya pemahaman pengetahuan yang didapat seseorang.
Keterampilan yang kompleks dapat diperoleh seseorang yang telah memiliki
keterampilan sederhana yang telah dipelajari. Menurut Gagne, pengembangan
pengetahuan dapat diperoleh dari proses belajar keterampilan secara terus
menerus dan tidak terputus.
Para pakar yang lain menilai bahwa Piaget mengabaikan
peran motivasi, perasaan, perilaku, kecenderungan anak dan pengaruh budaya.
Penerapan Teori Piaget
Teori Piaget telah membawa dampak besar terhadap teori
dan praktik pendidikan. Penerapan teori Piaget di dalam kelas:
- Berilah anak-anak pengalaman langsung dengan obyek-obyek fisik, terutama bila Anda mengajar anak-anak SD. Biarkan dan doronglah para siswa untuk menjelajahi dan memanipulais benda.
- Saat para pelajar menunjukkan tanda-tanda pemikiran egosentris, tunjukkan ekspresi kebingungan atau jelaskan bahwa orang lain berpikir beda.
- Mintalah siswa menjelaskan penalaran mereka, dan tantanglah penjelasan-penjelasan yang tidak logis.
- Pastikan bahwa para siswa memiliki kemampuan-kemampuan tertentu dalam penalaran matematika dan ilmiah (seperti konservasi jumlah, pemisahan dan control terhadap variable) sebelum meminta mereka melakukan tugas-tugas yang rumit yang bergantung pada kemampuan-kemampuan tersebut.
- Fokus pada proses pemikiran anak-anak, bukan hanya hasilnya. Selain memeriksa ketepatan jawaban anak-anak, guru juga harus memahami proses yang digunakan anak-anak untuk sampai pada jawaban tersebut.
- Penerimaan perbedaan masing-masing orang dalam kemajuan perkembangan. Semua anak mengalami urutan perkembangan yang sama tetapi dengan kecepatan yang berbeda.
- Hubungkan ide-ide abstrak dan hipotesis dengan obyek-obyek kongkret dan peristiwa-peristiwa yang dapat diamati.
02#. Lev Vygotsky dengan Zone of Proximal
Development
Lev Vygotsky adalah psikoloh Rusia (dulu Uni Soviet)
yang dikenal sebagai psikolog social cultural, perumus Vygotsky circle, dan
pencetus teori Zone of Proximal Development. Menurut Vygotsky,
interaksi sosial berperan penting dalam proses tumbuh kembang kognitif anak. Ia
menekankan pentingnya masyarakat dan budaya dalam mendorong pertumbuhan
kognitif (sociocultural perspective).
Asumsinya adalah sebagai berikut:
- Melalui percakapan informal dan sekolah formal, orang-orag dewasa menyampaikan kepada anak bagaiamana kebdayaan mereka menafsirkan dan merespon dunia.
- Setiap kebudayaan menanamkan perangkat-perangkat fisik dan kognitif yang menjadikan kehidupan sehari-hari semakin produktif dan efisien.
- Pikiran dan bahasa menjadi semakin interdepend dalam tahun-tahun pertama kehidupan.
- Proses-proses mental yang kompleks bermula sebagai aktivitas-aktivitas sosial; seiring perkembangan, anak-anak secara berangsur-angsur menginternalisasikan proses-proses yang mereka gunakan dalam konteks-konteks sosial dan mulai menggunakannya secara independent.
- Anak dapat mengerjakan tugas-tugas menantang bila dibimbing oleh orang yang lebih kompeten dan lebih maju. Ia membedakan dua jenis kemampuan yang mencirikan kemampuan anak-anak pada segala tahap perkembangan. Pertama, tingkat perkembangan actual (actual developmental level) adalah batas atas tugas yang dapat dikerjakan anak secara independent, tanpa bantuan orang lain. Kedua, Tingkat perkembangan potensial (level of potential development), batas atas tugas yang dapat dikerjakan anak dengan bimbingan seorang individu lebih kompeten.
- Tugas-tugas menantang akan mendorong pertumbuhan kognitif yang maksimum. Rentang tugas yang tidak dapat diselesaikan anak secara mandiri namun dapat diselesaikan dengan bantuan dan bimbingan orang lain, dalam terminology Vygotsky disebut zona perkembangan proksimal (Zone of Proximal Development)
- Permainan memungkinkan anak berkembang secara kognitif. Permainan bukan aktivitas membuang waktu; melainkan, merupakaan suatu wadah pelatihan yang bernilai untuk menghadapi dunia orang dewasa.
Zone of Proximal Development
Setiap tumbuh kembang seorang bergantung pada zone
of proximal development atau zona perkembangan
terdekat. Menurut Vygotsky, ZPD yaitu perkembangan yang
menggambarkan terdapatnya perbedaan antara potensi kognisi dengan aktualisasi
kognisi manusia. Zone of Proximal Development menggambarkan kemampuan seorang
anak dalam mengerjakan tugas. Ketika seorang anak sendirian tidak dapat
menyelesaikan tugasnya, sampai ketika ia mendapatkan bantuan dan dukungan orang
lain.
Penerapan teori Vygotsky
Teori pendidikan Vygotsky mempunyai dua implikasi
utama, pertama keinginan untuk menyusun rencana pembelajaran kerja sama di
antara kelompok-kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda, dan
kedua, penekanan perancahan (scaffolding), dengan siswa yang mengambil banyak
tanggung jawab untuk pembelajaran mereka sendiri.
- Guru profesional dapat menggunakan informasi tentang gagasan Vygotsky dalam mengajar dan manajemen kelas dengan:
- Doronglah siswa untuk berbicara dengan diri mereka sendiri saat mengerjakan tugas-tugas yang sulit.
- Sediakanlah perangkat-perangkat kognitif yang dapat digunakan siswa untuk mempermudah pengerjaaan soal-soal yang sukar.
- Sajikanlah beberapa tugas yang dapat diselesaikan siswa hanya bila siswa mendapatkan bimbingan.
- Berikanlah dukungan yang tepat (scaffolding) untuk memudahkan siswa menyelesaikan tugas-tugas yang menantang.
- Mintalah para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok ekcil untuk menyelesaikan tugas-tugas rumit dan beraneka segi (multifaceted).
- Libatkan siswa dalam kegiatan-kegiatan orang dewasa yang lazim didapati dalam kehidupan mereka.
- Berikan anak-anak kecil waktu untuk berlatih memerankan peran dan perilaku dewasa melalui sandiwara atau bermain peran.
Memahami Scaffolding dan Mekanismenya
Scaffolding (perancah) adalah mekanisme pendukung
untuk membantu seseorang pembelajar untuk berhasil menyelesaikan tugas dalam
zona perkembangan proksimalnya. Scaffolding sering digunakan saat orang dewasa
atau individu yang lebih kompeten memberikan sejumlah bimbingan atau arahan
yang membantu mereka melakukan tugas-tugas.
Levin memberikan ilustrasi Scaffolding sebagai perangkat
yang berfungsi sebagai penyangga (tempat berpijak) bagi para pekerja hingga
bangungan itu sendiri telah cukup kuat untuk menyangga mereka. Saat kestabilan
bangunan meningkat, perancah menjadi kurang diperlukan dan berangsur-angsur
dilepaskan/dihilangkan.
Beberapa mekanisme pendukung yang dapat membantu siswa
menguasai tugas-tugas yang berada dalam zona perkembangan proksimal mereka:
- Bantulah siswa mengembangkan rencana dalam mengerjakan suatu tugas baru.
- Tunjukkanlah cara mengerjakan tugas dengan benar, yang dapat ditiru dengan mudah oleh siswa.
- Bagilah tugas yang kompleks menjadi sejumlah tugas-tugas yang lebih kecil dan sederhana.
- Berikan garis pedoman yang spesifik untuk menyelesaikan suatu tugas.
- Sediakan alat bantu seperti kalkulator atau software yang dapat digunakan untuk mendukung tugas.
- Jagalah atensi siswa tetap terpusat pada aspek relevan dalam tugas.
- Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa memikirkan tugas dalam cara-cara yang produktif.
- Jagalah agar siswa tetap termotivasi untuk menyelesaikan tugas.
- Ingatkan mereka mengenai sasaran-sasaran mereka dalam menyelesaikan tugas.
- Sering-seringlah memberikan umpan balik mengenai kemajuan siswa.
03#. Erik Erikson dengan Teori Psikososial
Erik Erikson adalah psikolog Jerman kelahiran 1902
yang dikenal atas teori psikosialnya dan penulis buku Childhood and Society
(1950). Erikson belajar dengan Sigmuend Freud. Masa tuanya banyak dihabiskan
mengajar, salah satunya sebagai Profesor perkembangan manusia di Harvard
University.
Dalam teori psikososial, Erikson membahas delapan
tahapan perkembangan manusia yang didasarkan pada peran sosial dan perkembangan
diri sepanjang waktu. Erikson mempunyai hipotesis bahwa orang melewati delapan
tahap psikosial sepanjang hidup mereka. Pada masing-masing tahap terdapat
krisis atau masalah penting yang harus diatasi dengan pelbagai cara tersendiri.
Implikasi Teori Erikson
Teori Erikson menekankan peran lingkungan, baik dalam
menyebabkan krisis tersebut maupun dalam menentukan bagaimana situasi tersebut
diatasi. Teori erikson menekankan pera lingkungan, baik yang menyebabkan krisis
maupun dalam menentukan bagaimana semua itu diatasi. Teori Erikson menguraikan
masalah-masalah dasar yang dihadapi orang ketika mereka menjalani kehidupan.
04#. Robert Gagne dengan Teori Belajar Spesifik
Menurut Rober Gagne, pembelajaran adalah seperangkat
proses internal setiap individu sebagai hasil mentransformasi stimulus
eksternal dalam lingkungan individu. Belajar adalah perubahan kemampuan manusia
yang terjadi melalui proses pembelajaran terus menerus, yang bukan saja
disebabkan oleh pertumbuhan saja.
Ia berpendapat bahwa pembelajaran melibatkan lima hal,
yaitu keterampilan intelektual, strategi kognisi, informais verbal, sikap dan
keterampilan motoric. Selanjutnya Gagne memaparkan lima kategori kemampuan
belajar tersebut sebagai berikut:
- Keterampilan intelektual. Kemampuan murid untuk berinteraksi dengan lingkungannya masing-masing melalui penggunaan tingkat kompleksitas abstraksi konsep. Diantara konsep mengatasi masalah dalam pemecahan masalah yang bisa diterapkan, yakni: asosiasi dan mata rantai, diskriminasi (membedakan symbol tertentu dengan symbol lain), aturan atau konsep terdefinisi, kaidah.
- Strategi kognisi.Strategi pembelajaran yang menyebabkan murid terampil mengatur proses internal seperti perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran.
- Informasi verbal. Kemampuan untuk mengenal dan menyimpan nama, istilah, fakta, dan serangkaian fakta yang merupakan kumpulan pengetahuan.
- Sikap. Keadaan dalam diri murid yang mempengaruhuinya. Sikap ini meliputi komponen afeksi, kognisi dan psikomotorik.
- Keterampilan Motorik. Keterampilan mengorganisasikan gerakan
sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang lebih halus, mulus, teratur, dan tepat
waktu.
Robert Mills Gagne mengutarakan teori belajar
spesifik (Specific Learning Condition) yang terdiri dari
sembilan peristiwa pembelajaran. Sembilan kondisi tersebut adalah: (1)
memperoleh perhatian, (2) menginformasikan tujuan pembelajaran, (3)
menstimulasi hasrat belajar, (4) menampilkan isi, (5) menyajikan panduan
pembelajaram, (6) menampilkan kinerja, (7) menyediakan umpan balik, (8) menilai
kinerja, dan (9) meningkatkan ingatan untuk ditransfer ke pekerjaan.
05#. Jerome Bruner dengan Discovery Learning
Jerome Bruner menekankan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh atau
kehidupan nyata yang dijumpai oleh anak dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Bruner, pembelajaran bisa muncul melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic dan
symbolic.
- Tahap enactive. Tahap ini merupakan tahap representasi pengetahuan dalam melakukan tindakan. Anak belajar menggunakan atau memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
- Tahap iconic. Pada tahap ini terjadi perangkuman bayangan secara visual. Anak melihat dunia melalui gambar-gambar atau visualisasi. Anak tidak memanipulasi obyek secara langsung, tetapi sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek.
- Tahap Symbolic. Tahap ini merupakan tahap memanipulasi symbol-simbol secara langsung dan tidak lagi menggunakan obyek atau gambaran obyek.
Implikasi Teori Jerome Bruner
Model kognitif Bruner mengilhami belajar penemuan,
atau yang popular dengan discovery learning. Model Discovery Learning
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajaran tidak
disajikan dalam bentuk final, tetapi masih dalam bentuk setengah, dengan begitu
diharapkan siswa dapat mengorganisasikan sendiri. Discovery terjadi
bila siswa terlibat, terutama dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan
beberapa konsep dan prinsip.
Prinsip-prinsip Discovery Learning
Model pembelajaran Discovery Learing dibagi menjadi 5
prinsip yang harus diketahui oleh guru:
- Prinsip 1: Pemecahan Masalah. Instruktur harus membimbing dan memotivasi peserta didik untuk mencari solusi dengan menggabungkan informasi yang ada dan baru diperoleh dan menyederhanakan pengetahuan.
- Prinsip 2: Manajemen Pelajar. Instruktur atau guru memungkinkan peserta untuk bekerja sendiri atau dengan orang lain, dan belajar dengan kecepatan mereka sendiri.
- Prinsip 3: Mengintegrasikan dan Menghubungkan. Guru harus mengajar peserta didik bagaimana menggabungkan pengetahuan sebelumnya dengan yang baru, dan mendorong mereka untuk terhubung dengan dunia nyata.
- Prinsip 4: Analisis dan Interpretasi Informasi. Pembelajaran penemuan berorientasi pada proses dan bukan pada materi, dan didasarkan pada asumsi bahwa belajar bukan hanya mengumpulkan fakta.
- Prinsip 5: Kegagalan dan Umpan Balik. Belajar tidak hanya
terjadi karena menemukan sebuah jawaban yang benar, melainkan terjadi melalui
kegagalan.
06#. Ausubel dengan Teori Belajar Bermakna
David Ausubel adalah psikolog Amerika Serikat yang
mempunyai kontribusi penting terhadap ilmu pendidikan, khususnya perkembangan
ilmu kognitif. Ausubel dikenal atas kontribusinya dalam teori
belajar bermakna.
Menurut Ausubel, ada dua jenis belajar, yakni: Pertama
belajar bermakna (meaningful learning). Belajar dikatakan bermakna
bila informasi yang akan dipelajari peserta didik di susun sesuai dengan struktur
kognitif yang dimiliki peserta didik, sehingga peserta didik dapat mengkaitkan
informasi barunya dengan struktur kognitif yang dimiliki.
Kedua, adalah Belajar menghafal (rote
learning).Pembelajaran hafalan kebalikan dari pembelajaran bermakna. Pembelajaran
hafalan menekankan atau mengandalkan daya inga tapa yang di dengar atau
dialami. Diantaranya adalah pelajaran hafalan.
Prinsip Pembelajaran Bermakna
Ide umum dari suatu subeyk harus dipresentasikan
terlebih dahulu kemudian dibedakan secara progresif dalam hal detil dan secara
spesifik.
Bahan ajar harus berusaha untuk mengintegrasikan bahan
baru dengan informasi yang disajikan sebelumnya melalui perbandingan dan
referensi silang dari ide-ide baru dan lama.
07#. Max Wertheimer dengan Teori Gestalt
Wertheimer adalah psikolog Hongaria yang dikenal
dengan pengusung teori Gestalt bersama dengan Kurt Kofka dan Wolfgang Kohler.
Belajar menurut pandangan Gestalt adalah proses mengembangkan insight. Insight
merupakan bagian dari pemahaman hubungan antar bagian dalam situasi
permasalahan dan menganggap insight adalah inti dari pembentukan tingkah laku.
Insight seseorang tergnatung pada kemampuan dasar
seseorang, dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang relevan, penyelidikan
lingkungan. Dan pengertian merupakan inti dari insight.
Menurut Kofka, Kohler, dan Wertheimer seperti yang
dikutip oleh Akhmad Sudrajat, ada beberapa prinsip- prinsip teori
Gestalt, diantaranya:
- Pertama, Figure and groud relationship. Setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua, yaitu figure (bentuk) dan latar belakang.
- Kedua, Proxmity. Unsur-unsur yang saling berdekatan dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai bentuk tertentu.
- Ketiga, similarity. Sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Keempat, Commonn direction. Unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagai figure atau bentuk tertentu.
- Kelima, simplicity. Setiap orang cenderung menata bidang pengamatan dalam bentuk sederhana.
- Keenam, Closure. Setiap orang cenderung akan
mengisi kekosongan suatu obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Implikasi dalam Pembelajaran
Pertama, dalam proses belajar, siswa hendaknya
memiliki kemampuan insight (kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam
suatu obyek). Tugas guru untuk memunculkan Insight ini.
Kedua, pembelajaran bermakna (meaningful
learning). Guru harus bisa memberikan pembelajaran yang bermakna kepada siswa,
salah satunya adalah selalu mengkaitkan dengan kehidupan siswa.