Memahami Teori Belajar Konstruktivisme - Teras Academy
News Update
Loading...

9/03/2022

Memahami Teori Belajar Konstruktivisme

 

Sumber: internet

 “learing is shown by cahange in behavior as aresult of experience”, Cronbach.


Menurut Cronbach belajar mencakup perubahan (behavior), mendapatkan kecakapan baru, dan perubahan terjadi karena effort (usaha). Belajar juga dapat didefinisikan sebagai proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suau perubahan tingkah laku yang baru dan keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan (Suyono & Hariyanto, 2012).


Henry Clay Lingren mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku yang relatif permanen dan perubahan tersebut disebabkan adanya interaksi individu yang bersangkutan dengan lingkungannya (Puguh, 2018). Sedangkan pembelajaran adalah kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.  


Bagi teori behaviorisme, pembelajaran merupakan suatu hasil dari respon seseorang atau stimulus yang diberikan. Aliran behaviorsime memandang aktivitas belajar pada dasarnya pasif, di saat yang sama merespon stimulus dari lingkungan. Desain instruksional behaviorisme memberikan rangsangan yang sesuai. Pembelajaran akan berhasil jika mencapai hasil yang diharapkan. Tokoh aliran ini di antaranya: Thorndike, Watson, Clarck Hull, Edwin Guthrie, dan BF Skinner


Berbeda dengan pandangan Behaviorisme, dalam pandangan Konstruktivisme belajar hanya terjadi ketika ada pemrosesan informasi secara aktif yang menghubungkan pengetahuan atau pengalaman lama dengan yang baru. Konsep dasar konstruktivisme lahir dari lawan behaviorsme, aliran kognitif yang dibangun oleh John Dewey (1929), Bruner (1961), Vygotsky (1962), dan Jean Piaget (1980).


Konsep Konstruktivisme

Menurut Piaget (1971), Konstruktivisme adalah sistem penjelasan tentang bagaimana siswa sebagai individu beradaptasi dan memperbaiki pengetahuan. Konstruktivsime, adalah tentang bagamana kita semua memahami dunia (Singh & Yadusvanshi, 2015). Secara luas konstruktivisme dimaknai sebagai pembelajaran yang memberikan leluasan kepada peserta didik untuk membangun pengetahuan mereka sendiri atas rancangan model pembelajaran yang dibuat oleh guru (Mustafa & Roesdiyanto, 2021).


Inti dari konstruktivisme adalah belajar merupakan proses yang aktif. Siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri: pikiran siswa memediasi input dari dunia luar untuk menentukan apa yang akan mereka pelajari (Bada & Olisegun, 2015). Sehingga dalam pandangan konstruktivisme, guru hanya bertindak sebagai fasilitator sedangkan siswa menjadi learning center.


Implikasi Konstruktivisme

Brooks & Brooks (dalam Amineh & Dafargari, 2015), Harper et all (2000) merangkum implikasi Teori konstruktivisme yang harus dijalankan oleh seorang guru:


  1. Mendorong dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
  2. Menggunakan berbagai macam bahan data mentah, sumber primer, dan bahan interaktif dan mendorong siswa menggunakannya.
  3. Menanyakan tentang pemahaman konsep siswa sebelum membagikan pemahaman sendiri tentang konsep-konsep tersebut.
  4. Mendorong siswa untuk terlibat dalam dialog dengan guru serta dengan teman sebaya.
  5. Mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan terbuka serta saling bertanya.
  6. Melibatka siswa dalam pengalaman yang menunjukkan kontradiksi dengan emahaman awal kemudian mendorong diskusi.
  7. Menyediakan waktu bagi siswa membangun hubungan dan membuat metafora.
  8. Nilai pemahaman siswa melalui aplikasi dan kinerja tugas terstruktur terbuka.
  9. Menggunakan penyajian berupa simulasi permasalahan yang terjadi di lapangan.

 

Aktivitas pembelajaran yang berbasis konstruktivisme dapat dilihat dalam ilustrasi di bawah ini:

Belajar dalam pandangan konstruktivisme

Menurut Donald et al (2016) siswa belajar dan membangun pengetahuan manakala dia terlibat aktif dalam kegiatan: (a) merumuskan pertanyaan secara kolaboratif, (b) menjelaskan fenomea, (c) berpikir kritis tentang isu-isu kompleks, (d) mengatasi masalah yang dihadapi.

 

Referensi:

  1. Amineh. JR & Davatgari HA. 2015. Review of Constructivism and Social Constructivism. Journal of Social Sciences, Literature and Languages Vol. 1(1), pp. 9-16, 30 April, 2015.
  2. Bada & Olusegun, S. 2015. Constructivism Learning Theory: A Paradigm for Teaching and Learning. IOSR Journal of Research & Method in Education (IOSR-JRME) Volume 5, Issue 6 Ver. I (Nov. - Dec. 2015), PP 66-70.
  3. Donald, R.C., Jenkins, D.B. & Metcalf, K.K. 2006. The Act of Teaching. New York: McGraw Hill.
  4. Harper, B., Squires, D. & McDougall, A. 2000. Constructivist simulations: A new design paradigm. Journal of educational multimedia and hypermedia, 9(2), 115–130.
  5. Mustafa, P.S. & Roesdiyanto, R. 2021. Penerapan Teori Belajar Konstruktivisme melalui Model PAKEM dalam Permainan Bolavoli pada Sekolah Menengah Pertama. Jendela Olahraga, 6(1), 50–65.
  6. Pribadi, B.A. & Sjarif, E. 2010. Pendekatan Konstruktivistik Dan Pengembangan Bahan Ajar pada Sistem Pendidikan Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh, 11(2), 117–128.
  7. Singh. S & Yaduvanshi. S. 2015. International Journal of Scientific and Research Publications, Volume 5, Issue 3,
  8. Sudarminto, puguh. 2018.  Menjadi Guru Zaman Now. Malang: MNC Publishing
  9. Suyono. & Hariyanto. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.

 

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done