Lima Skill Kepala Sekolah: Kepemimpinan, Motivasi, Managemen Konflik, Supervisi dan Managemen Kinerja - Teras Academy
News Update
Loading...

6/12/2022

Lima Skill Kepala Sekolah: Kepemimpinan, Motivasi, Managemen Konflik, Supervisi dan Managemen Kinerja

sumber:https://www.mygreatlearning.com/

Puguh Sudarminto (Mahasiswa Pascasarjana UMM).2022

Pendahuluan

Peran seorang kepala sekolah sangat besar. Di tangan seorang kepala sekolah institusi pendidikan dipertaruhkan, akan menjadi baik dan semakin maju atau sebaliknya. Kepala sekolah memiliki peran sebagai pemimpin di sekolahnya yang bertanggung jawab untuk memimpin proses pendidikan di sekolah, berkaitan dengan peningkatan mutu SDM, peningkatan profesionalisme guru, karyawan dan semua yang berhubungan dengan sekolah di bawah naungan kepemimpinan kepala sekolah (Novembri, 2015).

Sedangkan berkaitan dengan fungsi kepemimpinan kepala sekolah, Leithwood & Duke (Chen, 2013) mendefinisikan sebagai berikut: (a) Instructional influencing teachers in ways that will impact students’ learning; (b) Transformational increasing the commitment and capacity of staff; (c) Moral appealing to others by appealing to notions of right and wrong; (d) Participative (involving other mem-bers of the school community beyond the Prin-cipal; (e) Managerial (operating the school effi-ciently; (f) Contingent adapting behavior to fit the situation.                  

Agar seorang kepala sekolah bisa menjalankan perannya dalam kepemimpinan, maka seorang kepala sekolah minimal harus memiliki lima kemampuan, yakni Kepemimpinan, Motivasi, Managemen Konflik, Supervisi dan Managemen Kinerja.  Bass (dalam Dhewanto, 2013) menyantakan kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang mempengaruhi orang lain dalam melaksanakan keinginannya. 

Kata kunci kepemimpinan adalah pengaruh. Robbins & Judge (2013) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.

Selain harus memiliki kemampuan mempengaruhi, seorang kepala sekolah juga harus memiliki kemampuan untuk memotivasi. Selain kedua skill tersebut, seorang kepala sekolah juga harus memiliki skill dalam managemen konflik, supervisi dan managemen kinerja. Skill kepala sekolah sangat diperlukan dalam menunjang kemampuan manajerial mereka.         

Artikel ini akan membahas lebih mendalam kelima skill kepala sekolah tersebut: kepemimpinan, motivasi, managemen konflik, Supervisi dan Managemen Kinerja. Penulis berharap, pembahasan ini dapat menambah wawasan para pendidik, khususnya kepala sekolah sehingga dapat menjalankan fungsi kepemimpinan serta managerial dengan baik.

 

Pembahasan Skill Kepala Sekolah

Kepemimpinan Kepala Sekolah

Seorang kepala sekolah selain menjadi seoorang pemimpin, adalah juga seorang manager, Karena itu kepala sekolah akan selalu berperan dan berfungsi sebagai leader (pemimpin) dan juga seorang manajer. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran memiliki tanggung jawab agar semua guru yang dipimpinnya mampu mengelola pembelajaran yang berorientasi kepada peningkatan prestasi peserta didik.

Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik, yang pada gilirannya dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya. Daresh dan Playco (1995) mendefinisikan kepemimpinan pembelajaran sebagai upaya memimpin para guru agar mengajar lebih baik serta dapat memperbaiki prestasi belajar siswanya.

Fungsi manager dan pemimpin yang melekat dalam diri seorang kepala sekolah fungsinya dalam rangka mengembangkan sekolah yang dipimpinnya agar mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran memiliki tanggung jawab agar semua guru yang dipimpinnya mampu mengelola pembelajaran dengan baik.                                 

Brundrett dan Davies (2010) menyatakan dimensi Kepala Sekolah sebagai pemimpin pembelajaran yaitu menetapkan visi, misi dan tujuan sekolah, mengelola program pembelajaran, dan mempromosikan iklim belajar yang positif.

Penetapan misi sekolah meliputi: pencanangan misi yang jelas di sekolah; berpusat pada pengembangan akademik yang sesuai bagi warga sekolah; penetapan prioritas misi untuk kinerja guru; penyampaian visi dan misi yang harus diketahui oleh guru; misi disampaikan, dengan aktif didukung, dan diberi contoh oleh kepala sekolah.

Kepala Sekolah mengelola program pembelajaran, yaitu melakukan supervisi dan melakukan evaluasi pembelajaran, mengkordinasikan kurikulum, dan memantau perkembangan siswa serta mengelola iklim belajar di sekolah yang kondusif.

 

Tipe Kepemimpinan

Ada beberapa tipe kepemimpinan (Widarto, 2013:8), diantaranya: (1) Kepemimpinan Klasik; (2) Kepemimpinan Berdasarkan Sifat Pembawaan; (3) Kepemimpinan Berdasarkan Perilaku; (4) Kepemimpinan Kharismatik; (5) Kepemimpinan Transaksional; (6) Kepemimpinan Situasional; (7) Kepemimpinan Visioner/ Transformasional; (8) Kepemimpinan Organik.  

Pertama, Kepemimpinan klasik adalah kepemimpinan yang ditandai oleh sifat dominatif, direktif, otoritatif, dan para pengikut harus patuh/taat melaksanakan perintah pimpinan dan tertutup pertanyaan, Kedua, Kepemimpinan pembawaan meyakini bahwa pemimpin itu dilahirkan yang berarti pembawaan, bukan dipersiapkan/didikan.Sifat pembawaan pemimpin meliputi kualitas jiwa dan raga yang dapat digunakan untuk membedakan pemimpin dan pengikut.

Ketiga, Tiga jenis gaya perilaku pemimpin yaitu otoritarian, demokratik, dan pasif/pembiaran. Ketiganya dapat dipecah-pecah lagi lebih rinci.                                

Keempat, Kepemimpinan karismatik adalah jenis kepemimpinan yang mengandalkan pada karisma seorang pemimpin. Kelima, Kepemimpinan transaksional adalah jenis kepemimpinan yang mengandalkan transaksi antara pemimpin dan yang dipimpin. Artinya, ada kesepakatan atau tawar menawar antara pemimpin dan yang dipimpin (politik dagang sapi).

Keenam, Kepemimpinan situasional dapat diartikan bahwa keefektifan gaya kepemimpinan tertentu tergantung pada situasi. Jika situasi berubah, gaya kepemimpinan yang digunakan juga harus berubah. Jadi, tidak ada satu gaya kepemimpinan terbaik yang berlaku untuk semua situasi.

Ketujuh, Kepemimpinan visioner/transformasional adalah kepemimpinan yang mengandalkan visi pemimpin sebagai inspirasi untuk mengarahkan pengikutnya. Tiga hal yang harus dilakukan oleh pemimpin transformasional: (1) menyadari perlunya perubahan, (2) menciptakan visi baru, (3) melembagakan perubahan.

 

Skill dan Kepemimpinan Efektif

Kepemimpinan yang efektif (Cristian, 2021) adalah kemampuan yang memungkinkan orang lain berkarya seperti kemampuan pemimpin dan sekaligus mereka mengganggap bahwa inilah cara untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bagaimana membangun kepemimpinan efektif? Menurut Harvard Business School, ada beberapa skill yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin efektif. Diantaranya adalah:

Skill Pertama, Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi Anda, serta mengenali dan pengaruh emosi dari sekitar. Kecerdasan emosional diciptakan oleh John Mayer pada 1990 dan Petrus Salovey, kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman. Agar bisa memiliki kecerdasan emosional, maka Anda harus memiliki kesadaran diri, regulasi diri, empati, mampu memotivasi diri dan lingkungan, serta keterampilan sosial.

Skill Kedua, Meningkatkan Keterlibatan Karyawan/Tim

Keterlibatan karyawan sangat penting untuk memperpanjang umur organisasi/bisnis. Menurut riset Gallup, keterlibatan karyawan menghasilkan kinerja secara subtansial lebih baik, serta perasaan kebersamaan karyawan dalam sebuah organisasi bisa berjalan lama.

Skill Ketiga, Negoisasi

Mengasah keterampilan negoisasi sangat bermanfaat dalam menciptakan kesuksesan. Negoisasi pada dasarnya mengacu pada hal-hal yang dapat Anda lakukan untuk meningkatkan peluang yang Anda inginkan.

Skill Keempat, Pengambilan keputusan

Pengambilan keputusan yang snagat kuat sangat penting untuk kesuksesan bisnis/organisasi. Surve terbaru dari McKinsey menunjukkan hanya 20 persen dari profesional yang menyakini organisasi mereka mempunnyai keunggulan dalam “pengambilan keputusan”.

Skill Kelima, Change Management

Manajemen perubahan organisasi adalah metode memanfaatkan perubahan untuk menghasilkan resolusi yang lebih baik, dan biasanya mencakup tiga fase utama: Persiapan, implementasi, dan tindak lanjut. Perubahan biasanya dilakukan karena diyakini transisi akan memungkinkan bisnis/organisasi beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi—menjadi lebih efisien, produktif, inovatif, dan menguntungkan.


Motivasi

Motivasi adalah self concept realization, yaitu merealisasikan konsep dirinya. Self Concept Realization, bermakna bahwa seseorang akan selalu termotivasi jika: (a) Ia hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang lebih ia sukai, (b) diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih ia sukai, dan (c) dihargai sesuai dengan cara  yang mencerminkan penghargaan seseorang atas kemampuannya.

Seorang Kepala Sekolah harus memiliki kemampuan “motivasi” baik memotivasi untuk dirinya sendiri, maupun orang lain. Dua kompoen penting dari motivasi, pertama adlaah Self Regulated Learning (SRL), dan kedua, Growth Mindset. SRL akan membantu seorang Kepala Sekolah terus belajar serta mendorong karyawan (Pendidik dan Tendik) untuk meningkatkan kapasitas diri. Sedangkan Growth Mindset.

 

Self Regulated Learning (SRL)

Self Regulated Learning (SRL) didefinisikan sebagai proses di mana pelajar melakukan startegi dengan meregulasi kognisi, metakognisi, dan motivasi. Strategi kognisi meliputi usaha mengingat kembali dan melatih materi terus-menerus, elaborasi dan stategi mengorganisir materi (Kristiyani, 2016). Regulasi diri merupakan proses di mana siswa mengaktifkan dan memelihara kognisi, perilaku, dan mempengaruhi pencapaian tujuan secara sistematis (Zimmerman, 1989). Aspek-aspek Self-Regulated Learning  Menurut Zimmerman (1989), sebagai berikut:

A. Metacognitive Self-Regulation                                            

Metakognisi dalam self-regulated learning adalah kemampuan individu dalam merencanakan, mengorganisasikan atau mengatur, menginstruksikan diri, memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar.

B. Physical and Social Environment Management 

Aspek ini mencakup cara mengatur kondisi fisik dan sosial yakni dengan mempelajari lingkungan sekitar dan mencari bantuan. Selain itu aspek ini mencakup bagaimana seseorang mempelajari lokasi yang sesuai dengan tipe belajar seseorang tersebut sehingga mampu berkonsentrasi dalam belajar. Seorang pelajar yang memiliki achievement yang tinggi memiliki kecenderungan untuk mengatur lingkungan belajarnya.

C.       Time Management 

Pengaturan waktu dengan baik dan bijak sangat dibutuhkan oleh pelajar untuk mengatur jadwal belajarnya. Seorang pelajar yang mampu mengatur waktu dengan baik dan bijak untuk belajarnya akan mempengaruhi prestasi belajar yang baik bagi pelajar tersebut.

D.       Effort Regulation 

Aspek ini mengarah pada kemampuan seseorang untuk menerima suatu kegagalan dan membangun kepercayaan diri untuk bangkit kembali dari kegagalan tersebut

Kemudian Zimmerman dan Pons (dalam Purdie, Hattie dan Douglas, 1996) mengemukakan 10 strategi self regulated learning, diantaranya yaitu: (1) Evaluasi terhadap kemajuan tugas (self evaluating); (2) Mengatur materi pelajaran (organizing and transforming); (3) Membuat recana dan tujuan belajar (goal setting and planning); (4) Mencari informasi (seeking information); (5) Mencatat hal penting; (6) Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring); (7) Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequences); (8) Mengulang dan mengingat (rehearshing and memorizing); (9) Mencari bantual sosial (seek social assistance); (10) Meninjau kembali catatan atau tugas sebelumnya (review record).

 

Growth Mindset

Mindset diartikan sebagai kepercayaan terhadap diri dan kualitas. Dweck membagi mindset menjadi dua, yaknik Growth Mindset dan Fixed Mindset. Dweck (2015) mendefinisikan fix mindset sebagai kepercayaan bahwa kualitas dasar manusia, seperti kecerdasan atau bakat, hanyalah sifat yang tetap. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk mendokumentasikan kecerdasan atau bakat mereka alih-alih mengembangkannya.

Dweck mendefinisikan mindset berkembang sebagai sebuah kepercayaan bahwa kemampuan paling dasar seseorang dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras –otak dan bakat hanyalah titik awal. Pandangan ini menciptakan kecintaan untuk belajar (berusaha) serta ketahanan untuk pencapaian besar.                                                                 

Growth Mindset mempunyai pengaruh yang besar dalam perkembangan serta pertumbuhan organisasi. Individu yang percaya bahwa bakat mereka dapat dikembangkan (melalui kerja keras, strategi yang baik, dan masukan dari orang lain) memiliki mindset berkembang. Mereka mempunyai kecenderungan mencapai (pencapaian) lebih dari mereka yang memiliki pola pikir tetap (mereka yang percaya bahwa bakat mereka adalah bawaan), (Dweck, 2016).                           

Ada beberapa cara dalam menumbuhkan Growth Mindset. Tchiki David, dan Svetlana Whitener (dalam Puguh, 2022) menjabarkan bagaimana membangun Growth Mindset. Diantaranya adalah: (1) Merangkul ketidaksempurnaan; (2) Menghadapi tantangan dengan berani; (3) Bangun keyakinan diri; (4) Perhatikan ucapan dan pikiran Anda; (5) Berhenti mencari persetujuan orang lain; (6) Jaga autentik; (7) Kembangkan rasa memiliki tujuan; (8) Hindari menyalahkan keadaan atau orang lain; (9) Definisikan kembal “jenius”; (10) Bangun rasa ingin tahu; (11) Tinggalkan zona nyaman; (12) Balikan kritik; (13) Hargai proses; (14) Belajar dari kesalahan orang lain; (15) Menantang ego.

Growth Mindset adalah pintu kreativitas dan inovasi

 

Managemen Konflik

Nurdjana (dalam Wahyudi, 2015) mendefinisikan konflik sebagai akibat situasi dimana keinginan atau kehendak yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya saling mengganggu. Seorang Kepala Sekolah harus memiliki kemampuan dalam menyelesaika konflik. Dalam hal ini managemen konflik sangat berperan. Managemen konflik adalah usaha-usaha yang pelru dilakukan dalam rangka mencegah, menghindari terjadinya konflik serta mengurangi resiko dan menyelesaikan konflik sehingga tidak mengganggu kinerja organisasi.

Menurut  Yusuf Abdhul (2021) ada enam startegi dalam mengatasi konflik, dintaranya adalah: (1) Akomodatif, (2) Mengindari, (3) Kolaborasi,(4) Kompromi, (5) Kompetisi, (6) Konglomerasi.                                           

Akomodating dalam pelaksanaannya Anda sebagai pihak ketiga diharap dapat menjadi penengah terjadi konflik. Menghindari (avoiding) dalam manajemen konflik dilakukan sebagai antisipasi yang dilakukan untuk mencegah dan menghindari potensi konflik. Kolaborasi (collaborating) mengubah konflik menjadi hal yang positif caranya dengan membiarkan semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk terlibat dalam kolaborasi.

Managemen kompromi di mana proses penyelesaian konflik dilakukan dengan upaya untuk mencapai kompromi. Kompetisi dilakukan dengan cara membiarkan kedua belah pihak yang berkonflik untuk dapat berkompetensi secara sehat. Sedangkan strategi konglomerasi merupakan cara menyelesaikan konflik dengan menggabungkan beberapa strategi di atas.

 

Supervisi

Supervisi kepala sekolah kepada guru dan tenaga kependidikan bertujuan uuntuk meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan melaksanakan supervisi secara terprogram dan berkesinambungan akan tercapai layanan proses pembelajaran bermutu. Pembelajaran yang dipimpin oleh guru yang berkualitas dan didukung oleh tenaga pendidikan yang baik akan meningkatkan prestasi peserta didik serta sekolah pada umumnya. Kepala sekolah sebagai pemimpin pembelajaran harus memastikan bahwa semua guru dan tenaga kependidikan mendapat pelayanan supervisi.

Tabel Beban Kerja Kepala Sekolah (Tugas Supervisi Guru dan Tendik)

NO

TUGAS

RINCIAN TUGAS

BUKTI FISIK

EKUIVALEN

3

Supervisi kepada

Guru dan tenaga

Kependi

dikan;

a.     Merencanakan program supervisi guru dan tenaga kependidikan;

b.     Melaksanakan supervisi guru;

 

c.      Melaksanakan supervisi terhadap tenaga kependidikan;

d.     Menindaklanjuti hasil supervisi terhadap Guru dalam rangka peningkatan profesionalisme Guru;

e.     Melaksanakan Evaluasi Supervisi Guru dan Tenaga Kependidikan; dan

f.       merencanakan dan menindaklanjuti hasil evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas supervisi kepada Guru dan tenaga kependidikan.

a.     Program Supervisi Guru dan Tenaga Kependidikan

b.     Laporan Pelaksanaan dan Hasil Supervisi Guru;

c.      Laporan Pelaksanaan dan Hasil Supervisi Tenaga Kependidikan;

d.     Laporan Evaluasi Pelaksanaan dan Hasil Supervisi Tenaga Kependidikan.

Memenuhi beban kerja 6- 10 jam kerja per minggu yang di dalamnya sudah mencakup setara dengan 4-6 jam Tatap Muka per minggu.

(Sumber: Lampiran 2 Permendikbud Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah)

 

Supervisi Akademik

Menurut Glikman (dalam Mulyadi dan Fahriana, 2018), supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya dalam mengelola proses belajar mengajar demi pencapaian tujuan pengajaran.

Pendekatan supervisi akademik ada dua, yakni pendekatan Directive dan Non Directive. Ada beberapa model supervisi pendidikan yang dapat dikembangkan, yang menurut Sergiovanni dan Starrat (1983) tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat pada suatu saat.

Beberapa model supervisi pendidikan diantaranya: (1) Model Konvensional, (2) Model Artistik, dan (3) Model Supervisi Klinis. Model supervisi konvensional (tradisional) berkaitan erat dengan keadaan masyarakat yang feodal dan otoriter ketika itu. Model konvensional cenderung mengandalkan inspeksi untuk mencari sebuah kesalahan.

Pendekatan artistik dalam supervisi akademik adalah suatu model yang menyadarkan pada kepekaan, persepsi, dan pengetahuan supervisor sebagai saran untuk mengapresiasi kejadian-kejadian pengajaran yang bersifat subtleties dan bermakna di dalam kelas. Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang memfokuskan pada peningkatkan mengajar dengan melalui siklus yang sistematik, dalam perencanaan, pengamatan serta analisis yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang nyata, serta bertujuan untuk mengadakan perubahan dengan cara rasional.                                                                                                     

Masaong (2019) menjelaskan ada beberapa teknik yang biasa digunakan dalam melakukan suervisi akademik. Teknik tersebut diantaranya adalah: (1) Kunjungan kelas, (2) Pertemuan Pribadi, (3) Rapat dewan guru, (4) Kunjungan antar sekolah, (5) Kunjungan antar kelas, (6) Pertemuan dalam kelompok kerja/MGMP, (7) Penerbitan bulletin ilmiah, dan (8) simposium dan seminar.

 

Supervisi Tenaga Kependidikan

Tenaga Kependidikan merupakan tenaga yang bertugas merencanakan dan melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. (UU No.20 THN 2003, PSL 39 (1).

Adapun jenis tenaga kependidikan yang dimaksud dalam bahan pembelajaran ini meliputi: Tenaga Administrasi Sekolah/TAS (kepala TAS, pelaksana urusan, tenaga layanan khusus), Tenaga perpustakaan (Kepala Perpustakaan, tenaga perpustakaan), dan Tenaga laboratorium (Kepala laboratorium, teknisi laboratorium, laboran). Supervisi Tenaga Kependidikan adalah supervisi yang di laksanakan oleh kepala sekolah kepada tenaga kependidikan yang terkait dengan pengelolaan dan administrasi pendidikan sehingga akan menunjang proses pendidikan di sekolah.                                                                                                           

Prinsip-prinsip supervisi Tendik diantaranya adalah: (1) Menjauhi sifat otoriter, (2) harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis, (3) Harus dilakukan secara berkesinambungan, (4) Program suervisi harus integral, (5) Spervisi hars komprehensif, (6) Supervisi harus konstruktif, (7) Supervisi harus obyektif.

 

Managemen Kinerja

Manajemen kinerja adalah prses yang dilakukan oleh para manager (pemimpin) untuk memastikan aktivitas-aktivitas pegawai dan output mendukung tujuan organisasi (Winarno, 2015).

Bagi manajer, manfaat manajemen kinerja (Nasrullah, 2017) antara lain: mengupayakan klarifikasi kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan, nonfinansial pada staf, membantu karyawan yang kinerjanya rendah, digunakan untuk mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau ulang kinerja dan tingkat kompensasi.                    

Proses managemen kinerja terdiri dari: (1) Masukan, (2) Proses, (3) Keluaran, (4) Manfaat. Pertama, Masukan. Manajemen kinerja membutuhkan berbagai masukan yang harus dikelola agar dapat saling bersinergi dalam mencapai tujuan organisasi. Masukan tersebut berupa: sumberdaya manusia (SDM), modal, material, peralatan dan teknologi serta metode dan mekanisme kerja.

Kedua, proses. Manajemen kinerja diawali dengan perencanaan tentang bagaimana merencanakan tujuan yang diharapkan di masa yang akan datang, dan menyusun semua. Ketiga, keluaran. Keluaran merupakan hasil langsung dari kinerja organisasi, baik dalam bentuk barang maupun jasa.

Hasil kerja yang dicapai organisasi harus dibandingkan dengan tujuan yang diharapkan . Keluaran dapat lebih besar atau lebih rendah dari tujuan yang telah ditetapkan. Bila terdapat deviasi akan menjadi umpan balik dalam perencanaan tujuan yang akan datang dan impelementasi kinerja yang sudah dilakukan.

Keempat, manfaat.Selain memperhatikan keluaran, manajemen kinerja juga memperhatikan manfaat dari hasil kerja. Dampak hasil kerja dapat bersifat positif bagi organisasi, misalnya karena keberhasilan seseorang mewujudkan prestasinya berdampak meningkatkan motivasi sehingga semakin meningkatkan kinerja organisasi. Tetapi dampak keberhasilan sesorang dapat bersifat negatif, jika karena keberhasilannya ia menjadi sombong yang akan membuat suasana kerja menjadi tidak kondusif.

 

Daftar Pustaka

Abdhul, Yusuf. 2021. Managemen Konflik. https://penerbitbukudeepublish.com/materi/manajemen-konflik/

Chen, W. (2013). School leadership in ICT implementation: Perspectives from Singapore. The Asia-Pacific Education Researcher, 22(3), 301–311. https://doi.org/10.1007/s40299-012-0055-8

Brundrett, M. (2011) Davies, B. and Davies, B. J. (2011) Talent Management in Education, London: Sage, in Education 3 – 13: International Journal of Primary, Elementary and Early Years Education, 39, 5: 561 – 562. 
Cristian.2021.Kepemimpinan yang berhasil dan Kepemimpinan yang efektif. https://christiangamas.net/kepemimpinan-yang-berhasil-dan-kepemimpinan-yang-efektif/

Daresh, J. W., & Playco. 1995. Supervision as a Proactive Process. Illinois: Waveland Press, Inc.

Dhewanto, W. (2013). Inovasi dan kewirausahaan sosial. Bandung: Alfabeta.

Dweck , C. (2015). Carol Dweck Revisits the 'Growth Mindset'. Education Week. Retrieved .http://www.edweek.org/ew/articles/2015/09/23/carol-dweck-revisits-the-growth-mindset.html

Dweck, Carol. 2016. What Having a “Growth Mindset Actually Means. https://hbr.org/2016/01/what-having-a-growth-mindset-actually-means

Kadji, Yulianto. 2012. Tentang Teori Motivasi. Jurnal INOVASI Volume 9, No.1, Maret 2012. ISSN 1693-9034

Kristiyani, Titik. 2016. Self Regulated Learning: Konsep, Imlikasi, dan Tantangannya Bagi Siswa di Indonesia. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Masaong, Abd Kadim. 2019. Supervisi Pembelajaran dan Mengembangkan Kapasitas Guru. Bandung: Alfabeta

Mulyadi, dan Fahriana, Ava S. 2018. Supervisi Akademik. Malang: Madani

Nursam, Nasrullah. 2017. Managemen Kinerja. Journal of Islamic Education Management Vol.2, No.2 Oktober 2017, Hal 167 – 175

Purdie, N., Hattie, J., dan Douglas, G. (1996), Student Conception of

Learning and Their Use of Self Regulated Learning Strategies : A cross

Cultural Comparison. Journal of Educational Psychologu, Vol. 88,

87-100

Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A. (2013). Organizational Behavior 15th Edition. . New Jersey: Pearson Education.

Sergiovanni and Starat. 1983. Supervision Human Perspective. New York: Mc Graw Hill.

Wahyudi, Andri. 2015. Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan. Jurnal Publicinana: Vol 8 No. 1.

Widarto. 2013. Kepemimpinan. Dismapaikan pada pelatihan soft skills mahasiswa FT UNY Tahun 2013. Di Fakultas Teknik UNY Tanggal 7 dan 8 Desember 2013.

Winarno, Slamet Heri. 2015. Manajemen Kinerja (Performance Management). DOI: 10.13140/RG.2.2.22607.89769

Zimmerman, B. J. (1989). A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology, 81(3), 329.

 

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done