Source: pixabay |
Kesejahteraan Siswa (Student well-being) di definisikan sebagai keadaan
yang berkesinambungan dari kondisi mood positif dan sikap, ketahanan
(resiliensi) dan kepuasan diri, serta hubungan dan pengalaman di sekolah
(Noble, McGrath, Roffey & Rowling, 2008).
Seorang guru dan lead (kepala sekolah) mempunyai kewajiban untuk mwujudkan student Well Being. Bagaimaan mewujudkan Student Well Being?
Membangun lingkungan belajar yang yang berpusat pada murid (Differentiated Instruction)
Seorang calon
kepala sekolah harus memahami Model
kompetensi kepemimpinan sekolah yang baru. Model ini
menyebutkan bahwa Kompetensi kepemimpinan sekolah memiliki 4 kategori yakni (1). Kategori mengembangkan diri dan orang lain,
(2) memimpin pembelajaran, (3).memimpin managemen sekolah dan (4) memimpin
pengembangaan sekolah. Sebagai calon pemimpin pembelajaran, calon kepala
sekolah harus memiliki kompetensi dalam upaya membangun lingkungan belajar yang
kondusif, nyaman dan aman.
Indikator kompetensi ini adalah :
- Mengembangkan dan merawat lingkungan sekolah yang nyaman dan aman bagi murid dan guru
- Mengembangkan komunikasi dan interaksi warga sekolah yang saling percaya dan saling peduli
- Memfasilitasi masukan dan aspirasi murid dalam mempengaruhi kebijakan dan praktik belajar
- Memastikan guru melibatkan murid dalam membangun kelas yang kondusif untuk belajar
Berkaitan dengan indikator memastikan guru melibatkan
murid dalam membangun kelas yang kondusif untuk belajar, maka Kepala Sekolah
tidak hanya berkewajiban menyiapkan sarana parasarana yang mendukung
pembelajaran yang berpusat pada murid, namun juga perlu mempersiapkan
pendekatan, model maupun strategi pembelajaran yang berpusat pada murid.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan adalah pendekatan Differentiated Instruction (DI). Pendekatan ini adalah cara untuk menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan murid dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan (Tomlinson, 2000).
Differentiated Instruction dapat dilakukan dengan tiga hal; (1) kesiapan belajar – jika tugas belajar yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa, (2) minat – jika tugas belajar yang diberikan dapat merangsang rasa ingin tahu, dan gairah belajar siswa, (3) profil belajar – jika tugas belajar dapat mendorong siswa untuk bekerja dengan cara yang disukainya.
Dalam
pembelajaran Differentiated Instruction, guru dapat memodifikasi tiga
aspek pembelajaran, yaitu konten, proses dan produk. Konten berkaitan dengan pemadatan unit/konsep, penambahan isi, variasi kecepatan
intruksi pembelajaran, sumber belajar (Bao, 2010). Proses, yaitu kegiatan di mana siswa terlibat
dalam rangka memahami atau menguasai isi (Tomlison, 2000).
Diferensiasi
berdasarkan proses meliputi; penggunaan aktivitas berpikir tingkat tinggi,
intruksi kelompok kecil, multiple, intelligence, pemusatan pembelajaran,
mind-mapping, dan tugas kooperatif (Bao, 2010). Produk yaitu hasil
belajar siswa yang merupakan hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa
yang telah dipelajari siswa (Tomlison, 2000). Differensiasi berdasarkan produk
meliputi: tugas berjenjang, rubrik, penilaian alternative, pekerjaan rumah yang
dimodifikasi, dan proyek independen (Bao, 2010).
Dengan lingkungan belajar yang berpusat pada murid, diharapkan dapat mewujudkan student wellbeing. Student Wellbeing dideskripsikan sebagai sebuah kondisi yang menggambarkan mental dan fisik yang sehat, kuat, memiliki daya tahan untuk menjalankan fungsi dalam pekerjaanya maupun pribadinya. Hal ini dapat terwujud jika murid bahagia dan nyaman selama belajar di sekolah.
01.Perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat pada murid
Sebagai calon pemimpin pembelajaran maka calon Kepala
sekolah harus memiliki kompetensi dalam memimpin perencanaan dan pelaksanaan
proses belajar yang berpusat pada murid.
Indikator kompetensi ini antara lain adalah :
- Mengadakan pertemuan guru untuk merancang proses belajar yang berpusat pada murid
- Memberi umpan balik terhadap rencana belajar sebagai dasar bagi melakukan perbaikan
- Menunjukkan praktik pembelajaran yang berpusat pada murid sebagai teladan bagi guru
- Menyediakan dukungan agar guru dapat fokus dalam melakukan pembelajaran pada murid;
Calon kepala
sekolah harus memiliki kemampuan dalam mengarahkan guru menyusun Perencanaan
pembelajaran yang berpusat pada murid.
Oleh karena itu, calon kepala sekolah harus memahami model dan strategi pembelajaran yang dapat
diterapkan oleh guru dalam merancang pembelajaran yang berpusat pada murid.
Dalam kurikulum 2013 direkomendasikan beberapa model pembelajaran yang mengakomodir kecakapan abad 21, literasi dan karakter diantaranya adalah saintifik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, inkuiri dan discovery learning atau penemuan. Dalam setiap sintaknya model-model tersebut telah mengaktifkan setiap murid dalam berbagai aktivitas yang dilaksanakan sepanjang proses pembelajaran.
Model-model
pembelajaran ini sesuai dengan pendekatan
differenciated instruction
yang menyesuaikan instruksi kepada kebutuhan murid dengan tujuan memaksimalkan potensi
masing-masing pembelajar dalam lingkup yang diberikan.
Menurut Andrew miller dalam https://www.edutopia.org/blog/differentiated-instruction-strategies-pbl-andrew-miller tahun 2016 ada 6 strategi differentiated instruction dalam model pembelajaran pembelajaran berbasis proyek yakni saat 1) pembentukan kelompok, 2) merefleksi tentang proyek yang dikerjakan dan menetapkan tujuan berikutnya, 3) saat murid mencari sumber belajar sebagai referensi proyek yang dikerjakan ( seperti video, bahan bacaan maupun game),4) pilihan proyek yang menggambarkan kemampuan murid, 5) Penilaian formatif yang berbeda untuk murid yang berada dalam satu kelompok, 6).
Keseimbangan dalam
kerja tim dan kerja mandiri bagi murid. Strategi-strategi ini menggambarkan
aktivitas kegiatan yang berpusat pada murid.
Saudara dapat melakukan analisis terhadap strategi differentiated
instruction dalam model pembelajaran lain.
Kompetensi memimpin perencanaan dan pelaksanaan proses belajar yang berpusat pada murid diperlihatkan oleh kepala sekolah yang mendayagunakan guru untuk memaksimalkan proses belajar mengajar untuk keberhasilan murid (OECD, 2009).
Penyusunan perancangan pembelajaran yang berpusat pada murid ini dapat dilakukan di KKG/MGMP sekolah, maupun melalui KKG/MGMP di gugus atau melalui pembinaan secara individual/kelompok oleh kepala sekolah. Kepala sekolah memberikan dukungan, umpan balik dan keteladanan kepada guru dalam segala tahapan proses belajar mengajar, mulai dari perencanaan, praktik pengajaran dan asesmen (Marzano et al,., 2005 ; Sumintono et al, 2015.).
Rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dihasilkan oleh guru selanjutnya diperiksa oleh kepala sekolah untuk mendapatkan umpan balik, validasi dan pengesahan. Dalam forum Learning Community di tingkat sekolah maupun dalam ruang kelas nyata, seorang kepala sekolah hendaknya dapat memberikan contoh tentang bagaimana melaksanakan pembelajaran yang berpusat pada murid. Hal ini dimaksudkan agar guru memperoleh gambaran nyata implementasi pembelajaran yang berpusat pada murid.
02.Refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar yang
berpusat pada murid
Kompetensi yang harus dimiliki oleh calon kepala sekolah dalam memimpin
belajar mengajar adalah memimpin refleksi dan perbaikan kualitas proses belajar
yang berpusat pada murid. Kompetensi ini
memiliki beberapa indikator sebagai berikut:
- Memimpin pertemuan refleksi berkala untuk perbaikn kualitas proses belajar mengajar
- Mengumpulkan dan mengolah data bukti terkait proses dan hasil belajar
- Melakukan evaluasi praktik pembelajaran berdasarkan data dan bukti.
- Merencanakan dan mengarahkan guru untuk melakukan perbaikan kualitas proses pembelajaran.
Kompetensi memimpin refleksi, asesmen/penilaian dan perbaikan kualitas
proses belajar yang berpusat pada murid terlihat dari kemampuan mengumpulkan
dan menganalisis data dan bukti proses pengajaran dan hasil pembelajaran murid
guna melakukan praktik-praktik pengajaran di sekolah (ACDP, 2013; Day dan
Samson, 2014; Hott et al., 2018).
Kompetensi ini terlihat saat kepala sekolah melakukan supervisi pembelajaran, mulai dari merencanakan supervisi (menetapkan tujuaan, fokus dan jadwal supervisi), pelaksanaan supervisi (meliputi supervisi terhadap administrasi pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran), Refleksi dan tindak lanjut hasil supervisi.
Saat tahapan
refleksi dan tindak lanjut inilah, kepala sekolah memfasilitasi guru
merefleksikan praktik-praktiknya agar dapat merencankan dan melkukan tindakan
nyata untuk perbaikan berkualitas proses belajar mengajar (Caldwell, 2014:Ham
et al, 2019)
03.Pelibatan orangtua sebagai pendamping dan sumber belajar
di sekolah
Calon kepala sekolah hendaknya juga memiliki Kompetensi untuk melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di sekolah. Indikator kompetensi ini antara lain adalah :
- Memahami kebutuhan dan karakteristik orang tua murid
- Menginisiasi komunikasi dan interaksi dengan orang tua
- Menyediakan kesempatan dan dukungan agar guru dapat berkomunikasi dengan orang tua.
- Menyediakan kesempatan terbuka bagi orang tuaa untuk menyampaiakan pendapat dan keluhan
- Menyediakan peran bagi orang tua terlibat menjadi pendamping dan sumber belajar
Dimensi melibatkan orang tua sebagai pendamping dan sumber belajar di
sekolah diperlihatkan oleh kepemimpinan sekolah yang mampu mengkomunikasikan
dengan efektif perkembngan hasil pembelajaran murid kepada orang tua dan meningkatkan
prtisipasi aktif orangtua dalam menyukseskan pemebelajaran murid (Caldwell,
2014; Pont el al, 2008).
Agar dapat mendorong kemitraan dengan orang tua dalam meningkatkan
kualitas belajar murid, kepala sekolah harus mengetahui latar belakang sosial
keluarga murid dan menyesuaikaan bentuk komuniaksi dan pelibatan orngtua
sebagaimana diperlukan (Mozano et al., 2005: Hitt et al 2018).
Kepala sekolah juga harus membuka ruang untuk partisipasi aktif orang
tuadalam proses belajar mengajar di sekolah (Caldwell, 2014; Marzano et al.,
2005). Salah satu bentuk pelibatan orang
tua murid dalam proses pembelajaran adalah orang tua dapat membawakan materi
pengajaran yang sesuai dengan keterampilan dan keahliannya pada saat-saat
tertentu untuk memperkaya pembelajaran murid (Sumarsono et al., 2016).
Mewujudkan Student Well-Being
Sedangkan menurut Cathleen Beachboard merekomendasikan tiga aspek dalam
mewujudkan Student Well being: Pertama, Komunikasi, kedua Konsistensi, Ketiga
Kontrol.
Pertama,
Komunikasi
Menurut sebuah penelitian, “Ckup membicarakan masalah kita dan berbagi
emosi negatif kita dengan seseorang yang kita percaya dapat sangat
menyembuhkan-mengurangi stres, memperkuat sistem kekebalan kita, dna mengurangi
tekanan fisik dan emosional. Komunikasi membantu mangatasi dan menyembuhkan.
Guru dapat menciptakan ruang-bahkan dari jarak jauh-dimana setiap siswa dapat
chek-in. Komunkasi memungkinkan guru memperleh wawasan tentang masalah
keselamatan siswa, umpan balik, dan trauma
Ertimbangakn untuk membuat chek-in menggunakan formulir google yang
menanyakan terlebih dahulu tentang bagian positif dari hari mereka. Tanyakan
khusus tentang keadaan mental siswa. Menggunakan jawaban pilihan ganda dapat
membantu siswa merasa tidak terlalu terintimidasi untuk menyelesaikan chekin.
Gunakan pertanyaan terbuka untuk menanyakan apakah ada kebutuhan khusus yang
dapat ditangani.
Kedua, konsistensi:
jadwal dan rutinitas
Di masa yang sulit dan berubah ini, penting untuk memberi siswa rutinitas
dan konsistensi. Pertimbangakn untuk menawarkan keluarga contoh jadwal untuk
sekolah dan di rumah, termasuk bangun tidur, membaca, waktu olahraga. Ingatlah
untk memasukan peluanginteraksi sosial jika memungkinkan.
Siswa tanpa akses digital memiliki nomor panggilan masuk dari google voice
sehingga mereka dapat berpartisipasi di kelas. Interaksi sosial yang konsisten
dapat megatasi stuasi yang berubah dan memberikan rasa stablitas di masa-masa
sulit.
Ketiga, Kontrol:
Rencana Perawatan Diri
Rencana perawatan diri adalah intervensi yang dapat memberikan siswa rasa
kontrol dan mencegah mereka dari sepenuhnya dikonsumsi oleh reaksi emosional.
Ketika ssiwa membuat sendiri, mereka juga mengembangkan kepemilikan dan
otonomi. Memiki rencana menghilangkan dugaan tentang apa yang harus dilakukan
merespon daripada bereaksi erhadap situasi yang dihadapi.
Ini memungkinkan mereka meluangkan waktu untuk memikirkan apa yang ingin
mereka lakukan dan bagaimana mereka ingin melakukanya. Ketika seseorang
pendiidik mengetahui rencana individu siswa, mereka mendapatkan wawasan tentang
strategi, aktivitas, da alat untuk membantu siswa tersebut.
Sumber bacaan:
Materi Diklat CKS LPPKSPS Kemdikbud
Focusing on Student Well-Being in times of Crisis, Cathleen Beachboard.
Edutopia