Implementasi Pembelajaran Berbasis Project (Project Based Learning) dengan Pendekatan Design for Change dalam Kurikulum Merdeka - Teras Academy
News Update
Loading...

7/10/2022

Implementasi Pembelajaran Berbasis Project (Project Based Learning) dengan Pendekatan Design for Change dalam Kurikulum Merdeka

 

Implementasi Project Based Learning

Oleh: Puguh Sudarminto (2022), Editor in Chief Teras Academy.

Dijelaskan oleh Supriyanto, pelaksana  Tugas Kepala Pusat Perbukuan Kemdikbud Ristek karakteristik kurikulum prototipe (merdeka belajar) adalah menerapkan pembelajaran berbasis proyek untuk mendukung pengembangan karamter sesuai dengan profil pelajar pancasila. Dalam kurikulum merdeka, sekolah diberikan keluasaan dan kemerdekaan untuk memberikan proyek-proyek pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan konteks anak di lingkungannya.

 

Model Pembelajaran Berbasis Project (Project Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran berbasis proyek yang sering diterapkan oleh guru.  Menurut Nurfitriyanti (2016), Project Based learning adalah pembelajaran yang memerlukan jangka waktu panjang serta menitikberatkan pada aktivitas siswa untuk mendapatkan pemahaman suatu konsep atau prinsip dengan melakukan investigasi secara mendalam tentang suatu masalah da mencari solusi yang relevan serta diimplementasikan dalam pengerjaan proyek, sehingga peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna dengan membangun pengetahuannya sendiri.

 

Sedangkan Rona dan Siska (2018) menjelaskan bahwa Project Based Learning adalah proses pembelajaran yang secara langsung melibatkan siswa untuk menghasilkan proyek.

 

Project Based Learning menekankan pada kegiatan siswa dalam memecahkan suatu masalah dengan menerapkan keterampilan mengkaji, menganalisis, membuat/menciptakan, hingga mengkomunikasikan suatu produk atau layanan berdasarkan konteks mereka.  Landasan filosofis Project Based Learning adalah Constructivisme. Konstruktivisme adalah suatu pendekatan ntuk pengajaran dan pembelajaran berdasarkan pada premis bahwa “kognisi (pembelajaran) adalah hasil dari “konstruksi mental.” (Sugrah, 2019).  Siswa belajar dengan menggabungkan informasi baru dengan informasi yang telah mereka miliki.

 

Dalam konstruktivisme, siswa belajar dipengaruhi konteks di mana ide diajarkan serta keyakinan dan pengalaman siswa. Teori Konstruktivisme kemudian mengilhami pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL). Pendekatan CTL ini kemudian disempurnakan menjadi Project Based Learning (PBL). Jadi Project Based Learning (PBL) dapat dimaknai sebagai model atau pendekatan pembelajaran inovatif, yang menekankan pembelajaran kontekstual melalui kegiatan yang kompleks (Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999).

 

Prinsip Project Based Learning

 

Ada tujuh prinsip Project Based Learning (Larmer, & Mergendller, 2010) diantaranya:

 

1#. Memberi Stimulus

Guru menceritakan tentang kondisi polusi udara di lingkungan sekitar. Guru mengajak siswa berdiskusi, saling berbagi pengalama sehari-hari tentang keberadaan polusi udara yang semakin mencekik pernafasan. Guru kemudian dapat memperkealkan proyek sesai dengan topik dengan memberi tahu siswa mereka akan belajar lebih banyak tentang polusi udara dan mereka dapat mengusulkan tindakan untuk menguranginya.

 

Guru dapat mengaktifkan kebutuhan siswa untuk mengetahui konten dengan meluncurkan proyek. Media yang bisa digunakan berupa video, diskusi, pembicara tamu, observasi. Mengumumpakn sebuah proyek hanya melalui lisan atau secarik kertas membuat siswa kurang bersemangat. Dengan proyek yang dibungkus menarik, dapat memacu siswa untuk menerima tantangan dari Anda.

 

2#. Pertanyaan Penuntun

Setelah diskusi tentang pecemaran udara, guru memimpin para siswa untuk melakukan brainstorming mencari solusi yang mungkin bisa diterapkan, seperti kampanye mobil listrik, menaikan pajak kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin.

 

Siswa dapat membuat pertanyaan pendorong untuk memfokuskan upaya mereka dapat mengurangi polusi udara:”Bagaimana mereka dapat berperan dalam mengurangi polusi udara di sekitar?”. Pertanyaan penuntun yang baik dapat menangkap inti proyek dalam bahasa yang jelas dan menarik, yang dapat membantu siswa mencapai tujuan serta menerima tantangan.

 

Tanpa pertanyaan penuntun, siswa tidak mengerti mengapa mereka melakukan suatu proyek. Mereka tahu rangkaian kegiatan yang ditugaskan oleh mereka, tetapi jika Anda bertanya, ‘Apa gunanya semua kegiatan ini?” mereka mungkin hanya akan menjawab dengan jawaban seadanya.

 

3#. Suara dan Pilihan Siswa

Setelah minat siswa tergugah oleh pertanyaan yang meantang, guru bisa menjelaskan persyaratan untuk proyek: makalah, aatau presentasi karya. Siswa dapat memilih untuk mengembangkan media kit, informasi layanan massyarakat, dan lainnya. Semakin banyak suara dan pilihan, semakin baik. Pada akhirnya guru harus bisa membantu merancang proyek dengan tingkat pilihan siswa yag sesuai dengan gaya serta konteks siswa itu sendiri.

 

4#. Keterampilan Abad 21

Siswa mulai bekerja, berkolaborasi untuk bisa mewujudkannya. Kolaborasi adalah inti dari proyek. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dan mulai merencanakan tugas. Saat mereka bekerja. Mereka juga saling berkomunkasi. Untuk meningkatakn keterampilan berkolaborasi, guru bisa menggunakan aktivitas bermain peran dan membangun tim. Selain itu juga bisa menunjukkan kepada siswa bagaimana menggunakan waktu dan mengatur tugas, termask juga melatih keterampilan presentasi lisan serta membuat video atau podcast.

 

Sebuah proyek harus memberi siswa kesempatan untuk membangun keterampilan abad ke-21, seperti kolaborasi, komunikasi, kreatif, dan berpikir kritis.

 

5#. Penyelidikan dan Inovasi

Setelah diskusi, selain memilih pertanyaan penuntun, siswa dengan bantuan guru membuat pertanyaan yang lebih rinci tentang akibat dari polusi udara. Termasuk pertanyaan, penyakit apa yang dapat ditmbulkan oleh asap kendaraan bermontor? Apakah ada cara yang lain selain siswa ketika pergi ke sekolah tidak diantara menggunakan kendaraan bermontor?.

 

Tim menyempurnakan pertanyaan serta mendiskusikan untuk menemukan jawaban dengan dibantu oleh guru,buku, surat kabar, artikel internet, dan sebagainya. Siswa akan meemukan proyek lebih bermakna jika mereka melakukan penyelidikan nyata. Dengan penyelidikan yang nyata, munculah inovasi.

 

6#. Umpan Balik dan Revisi

Saat siswa mengembangkan ide dan produk, anggota tim saling memberikan kritik dan masukan satu sama lain dengan menggunakan rubrik. Guru bisa memeriksa catatan penelitian/proyek, perencanaan, dan bertemu dengan anggota tim untuk memantau kemajuan. Saling memberikan umpan balik membuat pembelajaran lebih bermakna sekaligus menunjukkan kepada mereka bahwa menciptakan produk yang berkualitas tinggi adalah penting. Selain itu guru sekaligus dapat melatih siswauntuk menggunakan lembar penilaian.

 

7#. Mempresentasikan Forum Umum

Tuga sekolah akan lebih bermakna jika tdak hanya dipresentasikan atau ditujukan kepada guru atau teman sebaya, namun juga kepada orang tua atau masyarakat. 

 

Tahapan Project Based Learning

 

Mengutip The George Lucas Foundation (2005), tahapan Project Based Learning diantaranya adalah:

 

Tahapan Project Based Learning

1#. Memulai Pertanyaan Esensi

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, pengungkit atau penuntun yang dapat memberikan stimulus kepada siswa melakukan aktivitas. Topik yang dipilih sesuai dengan realitas serta relevan dunia nyata anak-anak.

 

2#. Merencanakan Proyek

Guru sebagai fasilitator mengajak siswa untuk membuat perencanaan. Diharapkan siswa dapat merasakan kepemilikan sebuah proyek yang telah direncanakan. Perencanaan terkait dengan role, alat dan bahan.

 

3#. Menyusun Jadwal

Guru berkolaborasi dengan siswa menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaiakn proyek. Jadwal sebaiknya dibuat menggunakan timeline didalamnya terdapat deadline. Termasuk di dalamnya mendorong peserta didik merencanakan dengan cara baru, membimbing, serta bertanya kepada mereka mengapa mereka memilih cara tersebut.

 

4#. Implementasi dan Monitor Perkembangan Proyek

Tahap selanjutnya adalah implementasi serta melakukan monitoring. Monitor dapat dilakukan dengan rubrik. Tujuan dari proses ini adalah memfasilitasi peserta didik pada setiap proses serta memberikan pembimbingan.

 

5#. Penilaian

Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur kemajuan dari proyek serta sebagai bahan evaluasi dari masing-masing siswa, dan dalam rangka memberikan umpan balik mulai dari pemahaman hingga ketercapaian dari perencanaan dan dapat digunakan dalam merencanakan kegiatan serupa.

 

6. Evaluasi

Tahap terakhir adalah guru dan siswa melakukan refleksi terjadap aktivitas dan hasil dari proyek yang sudah dikerjakan. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamnnya selama menyelesaikan proyek. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi bersama dalam rangka memperbaiki kinerja pembelajaran.

 

Design for Change

Teori Konstruktivisme telah melahirkan gagasan pembelajaran kontekstual, kemudian berevolusi menjadi Project Based Learning (PBL). Project Based Learning tidak selesai. PBL akan lebih sempurna jika implementasinya turut melibatkan pendekatan Design for Change (DfC).

 

Design for Change (DfC) adalah proses pemikiran kolaboratif dan kreatif yang memungkinkan siswa dapat menemukan solusi inovatif untuk masalah dan tantangan yang sedang mereka hadapi setiap hari, baik di sekolah maupun di dalam lingkungan mereka (Puguh, 2022).

 

Tahapan Design for Change (DfC) diantaranya adalah:

 

Pertama, Merasakan (feels)

Langkah pertama mengajak anak-anak untuk berempati dengan cara mencari solusi suatu permasalahan adalah dengan memahami perasaan orang lain. 

 

Kedua, Membayangkan (imagine)

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan ide sebanyak-banyaknya dan membayangka sebuah solusi yang tak biasa.

 

Melakukan (do)

Setelah ide-ide terkumpul, kemudian anak-anak memilih salah satu. Ide yang sudah dipilih kemudian dilaksanakan sehingga bisa membuat perubahan. 

 

Berbagi  (share)

Guru mendorong anak-anak untuk membagikan temuan mereka, baik kepada teman sebaya atau orang tua mereka sendiri melalui berbagai media, seperti mading sekolah atau media sosial.

 

Mengapa Design for Change

 

Pendekatan Design for Change mempunyai kesamaan dengan Project Based Learning. Diantara kesamaan tersebut adalah:

 

1.   Keduanya menekankan pada konteks siswa (contextual)

2.   Pembelajaran berbasis aktivitas serta penemuan (inquiry)

3.   Sama-sama mempunyai tujuan untuk meningkatkan keterampilan abad 21

4.   Guru sebagai jembatan atau fasilitator

5.   Menekankan pada umpan balik untuk perbaikan

6.   Berbagi proyek kepada dunia

 

Namun yang membedakan dari DfC adalah, pendekatan Design for Change lebih simpel. Kemudian pendekatan ini berakar dari konsep Design Thinking yang oleh Kiran Bir Sethi disederhanakan tahapannya menjadi FIDS. Kemudian pendekatan Design for Change sangat menekankan pada kebutuhan pengguna (siswa) pada tahap awal. Jadi project sebelum di rencanakan, harus ada aktivitas yang dinamai dengan “mendalami kebutuhan atau problem” yang sedang dihadapi siswa atau yang sedang dikaji bersama. Setelah tahap awal terlaksana, tahap selanjutnya adalah melibatkan siswa sepenuhnya (guru sebagai fasilitator) dalam menciptakan solusi. 

 

Jika Pendekatan Design for Change dilebur dalam Project Based Learning (PBL) desain nya akan terlihat seperti gambar di bawah ini:

 

PBL dan DfC

Kurikulum Merdeka

 

Salah satu komponen Kurikulum Merdeka adalah penguatan profil pelajar Pancasila yang memiliki 6 ciri (Rachmawati et al., 2022): 1) beriman, bertaqwa kepada Tuhan dan berakhlak mulia; 2) mandiri; 3) bernalar kritis; 4) kreatif; 5) bergotong royong; 6) berkebinekaan global. Profil pancasila yang dimiliki oleh peserta didik berperan sebagai simbol siswa yang berbudaya, berkarakter serta memiliki nilai-nilai Pancasila (Rosmana et al., 2022). Profil pelajar Pancasila menopang pendidikan karakter dalam kurikulum merdeka.

 

Suhardi (2022) berpendapat ada 4 prinsip profil Pancasila diantaranya adalah, 1) Holistik; 2) Kontekstual; 3) Berpusat pada peserta didik; 4) Eksploratif. Guru mempunyai peran penting dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila –terutama dalam mengimplementasikannya dalam pembelajaran sehari-hari. Model pembelajaran yang dipilih harus megutamakan kesesuaian integrasi antara lintas mata pelajaran dan menentukan asesmen berbasis proyek (Faiz et.al., 2022). Jadi mata pelajaran bisa terintegrasi serta waktu pelaksanaan ditentukan bersama-sama.  

 

Model serta pendekatan pembelajaran yang dapat diimplementasikan dalam mewujudkan profil pelajar Pancasila adalah menggunakan Project Based Learning (PBL). Project Based Learning (PBL) sesuai dengan prinsip-prinsip profil pelajar Pancasila yang dikemukakan oleh Suhardi serta Rosmana dkk. Project Based Learning (PBL) akan menjadi sempurna jika guru menambahkan pendekatan Design for Change (DfC).

 

Referensi:

Larmer, John, & Mergendoller, J.R. Seven Essentials for Project-Based Learning. Educational Leadership September 2010; Volume 68; Number 1

Nurfitriyanti, M. (2016). Model Pembelajaran Project Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Jurnal Ilmiah Pendidikan MIPA 6(2), 1

Rachmawati, N., Marini, A., Nafiah, M., & Nurasiah, I. (2022). Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila dalam Implementasi Kurikulum Prototipe di Sekolah Penggerak Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(3), 3614–3625.


Rosmana,  P.,  Iskandar,  S.,  Faiziah,  H.,  Afifah,  N.,  &  Khamelia,  W.  (2022).  Kebebasan  Dalam  Kurikulum Prototype. As-Sabiqun, 4 (1), 115–131


Sari, R.T., dan Angreni, Siska. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning Upaya Peningkatan reativitas Mahasiswa. Varia Pendidikan. Vol.30.No.1

Sugrah, Nurfatimah. 2019. Implementasi Teori Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Sains. Jurnal Humanika. Vol 19. No.2

Suhardi, S. (2022). Nalisis Penerapan Pendidikan Agama Islam Dalam Demensi Profil Pancasila. Prosiding JLas,

1(1), 468–476.

The George Lucas Educational Foundation .(2005).Instructional Module Project Based Learning. Diambil pada tanggal 10 Juli 2007 dari http://www.edutopia.org/modules/PBL/whatpbl.php

Thomas, J.W., Margendoller, J.R., & Michaelson, A. 1999. Project Based Learning: A Handbook for Middle and High School Teachers. http://bgsu.edu/organizations/ctl/proj.htm

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done