Source: Shutterstock-escuelaeefc.com/ |
Tokoh pendidikan yang akan kita angkat kali ini adalah Lev Vygotsky dengan segala pemikirannya. Nama lengkapnya Lev Semyonovich Vygotsky, psikolog Uni Soviet (Rusia) yang dikenal karena teori perkembangan psikologis pada anak-anal. Dia menerbitkan beragam subek, dan pandangan terkait psikologi dan pendidikan, salah satu adalah konsep zona perkembangan proksimal (ZPD).
Dia
juga dikenal atas pengaruhnya tentang hubungan antara bahasa dan pemikiran,
perkembangan bahasa, dan teori umum perkembangan melalui tindakan dan hubungan
dalam lingkungan sosial budaya.
Vygotsky lahir dari keluarga keturunan Yahudi Rusia, tepatnya di Orsha, belarus pada 17 November 1896. Ayahnya Simkha Vygodskii seorang bankir. Dia memperoleh pendidikan formal di Gimnasium Yahudi swasta.
Pada tahun 1913 diterima di Universitas Moskow. Pada saat itu perguruan tinggi
hanya memberikan kuota 3 persen siswa Yahudi. Dia tertarik pada ilmu humaniora
dan ilmu sosial. Atas saran orang tuanya, dia mendaftar di sekolah kedokteran.
Selama satu semester pertama, ia pindah ke sekolah hukum. Di sana ia belaar
ilmu hukum.
Lev Vygotsky tidak pernah menyelesaikan studi formalnya di
Moskow, dengan demikian ia tidak pernah memperoleh gelar universitas. Ketika
revolusi Bolshevik terjadi, dia pindah ke Gomel hingga pada tahun 1919. Pada
tahun 1920an, mulai menulis karya jurnalistik sekaligus merubah namanya menjadi
Vygodskii (menghilangkan Simkhovich yang terdengar Yahudi).
Pada Januari 1924, Vygotsky mengambil peran dalam kongres Psikoneurologis Rusia di Petrograd. Setelah kongres, dia menerima undangan sebagai peneliti di Institut Psikologi Moskow dengan menjadi staf ilmuwan kelas dua. Di saat yang sama, ia menjadi guru sekolah menengah. Selama mengajar inilah, minatnya pada proses pembelajaran muncul.
Pada tahun 1925, Vygotsky menyelesaikan
desertasinya berjudul ‘Psikologi seni” (tidak diterbitkan sampai tahun 1960an).
Pada tahun 1960an terbit naskah berjudul ‘Psikologi Pedagogis”, sebuah catatan Vygotsky
saat mengajar di Gomel.
Pada musim panas 1925 ia melakukan perjalanan pertama untuk menghadiri kongres London. Sekembainya ke ni soviet, ia dirawat di rumah sakit karena TBC. Sekeluar dari rumah sakit, Vygotsky melakukan pekerjaan teoritis dan metodologis tentang krisis dalam psikologi.
Dalam naskah awal, Vygotsky berpendapat untuk pembentukan psikologi umum yang dapat menyatukan untaian objektivis naturalis dari ilmu psikologi dengan pendekatan filosofis dari orientasi Marxis. Psikologi sebagai alternatif dari aliran naturalis dan filosofis. Dia berpendapat bahwa jika seseorang ingin membangun Psikologis yang benar-benar Marxis, tidak ada jalan instan yang dapat ditemukan hanya dengan mencari kutipan yang berlaku dalam tulisan-tulisan Marx.
Dari tahun 1926 hingga 1930, Lev mengerjakan penelitian yang menyelidiki perkembangan fungsi kognitif yang lebih tinggi dari memori logis, perhatian selektif, pengambilan keputusan, dan pemahaman bahasa.
Zona Perkembangan
Proksimal (ZPD) dan Scafolding
Pemikiran Vygotsky paling penting terhadap perkemangan pskologi adalah fokus perhatiannya pada aktivitas yang bermakna sosial sebagai pengaruh enting terhadap emikiran bawah sadar manusia (Schunk, 2012). Bagi Vygotsky, lingkungan sociocultural merupakan hal terpenting bagi perkembangan kognisi anak (Tung, 2015).
Proses kognisi yang dikembangkan melalui interaksi sosial merupakan produk dari budaya. Karena itu simulus interaksi sosial dan budaya sangat penting dalam perkembangan kognisi. Lebih lanjut lagi, perkembangkan kognitif seseorang merupakan sebuah hasil dari interaksinya dengan lingkungan dan masyarakat.
Dia meyakini, bahwa aspek sosial dan
kultural seseorang membentuk perkembangan kognitif. Cara pandang Vygotsky
dikenal sebagai teori sosio-kultural atau teori konstruktif sosial (Utami,
2016). Dalam kata lain, teori sosiokultural memandang bahasa dan artefak
sosiokultural berperan memediasi aktivitas manusia dan prektek sosial (Cross,
2009).
Teori sosio kultural adalah jawaban atas kritik darinya
untuk Piaget. Bila Piaget menekankan teori konstruktivistik dengan menekankan
pada sef-discovery learning, maka ia sebaliknya
lebih menekankan konstruktivisme pada aspek sosial atau assisted-discovery learning (Ormord, 2007). Selanjutnya gagasan Vygotsky
menghasilkan teori Zone of proximal
Development (ZPD) dan Scaffolding
(Slavin, 1997).
Pertama, Zone of proximal Development (ZPD). Konsep
ZPD diartikan sebagai jarak antara apa yang dapat dilakukan oleh siswa (magang,
karyawan baru) sendiri, dan apa yang dapat mereka capai dengan dukungan seseorang
yang lebih berpengetahuan tentang aktivitas. Lev melihat ZPD sebagai ukuran
keterampilan yang sedang dalam proses pendewasaan, sebagai suplemen untuk
ukuran perkembangan yang hanya melihat kemampuan mandiri seorang pembelajar.
Dalam ZPD, tugas yang belum dikuasai oleh anak sendirian ternyata dapat dikerjakan oleh bantuan teman yang kompeten pada waktu tertentu. Dia menyatakan bahwa anak yang mengikuti keteladanan yang diajarkan orang dewasa selanjutnya secara bertahap akan mengembangkan kemampuannya untuk melakukan tugas-tugas tertentu tanpa bantuan.
Vygotsky kemudian berpendapat
bahwa adanya interaksi sosial dan percakapan serta kerjasama mengerjakan
sesuatu di lingkungan tertentu akan memberikan proses mental yang lebih tinggi.
Kedua, Scaffolding. Scaffolding
adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya
dan mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil
alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak melakukannya
(Trianto, 2014). Ketika siswa sedang mempelajari sebuah tugas baru, orang yang
lebih trampil dapat melakukan pengajaran secara langsung. Seiring meningkatnya
kemampuan siswa, bimbingan yang diberikan dikurangi (Santrock, 2012).
Praktik di Kelas
Teori Lev Vygotsky membantu guru dalam mendesain
pembelajaran di kelas. Penerapannya adalah:
Pertama, Pendekatan teman
sebaya. guru menerapkan pendekatan teman sebaya. Siswa yang mempunyai kemampuan
lebih dalam beberapa mata pelajaran, membantu temannya yang mempunyai
kekurangan.
Kedua, memberikan
tanggung jawab. Guru memberikan tanggung jawab siswa dalam belajar yang
mengarahkan siswa (semisal) memimpin diskusi. Pembelajaran ini disebut dengan
penemuan terbantu (assisted discovery)
(Tung, 2015).
Ketiga, kolaborasi. Guru
menekankan pembelajaran kolaboratif. Proses belajar secara kolaboratif
memungkinksn perkembangan fungsi kognitif pada level yang lebih tinggi karena
kondisi sosiokultural yang senantiasa memperbincangkan isi keilmuan dan proses
diskusi dalam kelompok (Hapsari, 2015)
Daftar Pustaka
Cross, R. 2009. A Sociocultural Framework for Language Policy and Planning, Language
Problems amd Language Planning. 33(1), 22-42.
Hapsari, Astri. 2015. Pengembangan Kerangka Kerja Sosiokultural untuk Membangun Karakter
Islam di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris. UNISIA, 37:82, Januari
2015.
Ormrod, J.E. 2007. Educational Psychology: Developing Learners (sixth edition). New
york: Prentice Hall.
Purnama, I.G.A Lokita Purnamika. 2016. Teori Konstruktivisme dan Teori
Sosiokultural: Aplikasi Dalam Pengajaran Bahasa Inggris. PRASI, 11(1), Januari-Juni
2016
Tranto. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif dan Kontekstual:
Konsep, landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum 2013. Jakarta: Kencana
Tung, Khoe Yao. 2015. Pembelajaran dan Perkembangan Belajar. Jakarta: Indeks
Santrock, John W. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba
Humanika
Slavin, R. E.1997. Educational Psychology: Theory and Practice. Boston: Allyn &
Bacon
Schunk, Dale H. 2012. Learning Theories An Educational Perspective, Sixth Edition. London:
Pearson Education, Inc.