STEAM: KONSEP DAN PRAKTIK - Teras Academy
News Update
Loading...

1/10/2022

STEAM: KONSEP DAN PRAKTIK

 

STEAM

Dunia pendidikan mencoba berbenah setelah memasuki Abad 21. Abad 21 telah banyak merubah wajah manusia di belahan dunia. Mark Zuckerberg baru-baru ini telah mengumumkan ke publik bahwa facebok akan di bawah kendali perusahan induk, meta. Metaverse adalah evolusi berikutnya dari koneksi sosial. Meta akan membangun 3D di metaverse yang memungkinkan semua orang bersosialisasi, belajar, berkolaborasi dan bermain dengan cara melampaui apa yang dapat dibayangkan oleh semua orang. “Ini adalah lingkunan virtual di mana Anda dapat hadir dengan orang-orang di ruang digital”, kata pendiri Meta, Mark Zuckerberg (Kelly, 2022).   

                                                                                                            

Digitalisasi merupakan salah satu ciri utama abad 21. Meta hanyalah salah satu paradoks yang muncul akibat dari trend digitalisasi. Digitalisasi memaksa banyak orang untuk keluar dari sifat egosentris; menciptakan sebuah solusi yang didasarkan pada pengalaman banyak orang, bukan model satu ukuran untuk semua. “The 21st century is a golden age of personalization. Whether it’s customizing our snart phones with our favorite apps or ordering exactly we need when we need it from Amazon, we increasingly expect a unique cusstomer experience, not a one-size-fits-all model”, ucat Alex Azar mantan menteri kesehatan AS era Donald Trump. Digitalisai juga membawa dampak semakin banyak orang menciptakan sebuah teknologi yang bisa membuat mereka bekerja secara efisien dan efektif.                                

                 

Abad 21 juga dapat dikatakan sebagai abad pengetahuan, sebuah abad yang ditandai dengan terjadinya transformasi besar-besaran dari masyarakat agraris menuju masyarakat berpengetahuan (Soh, Arsyad & Osman, 2010). Sebuah tantangan berat bagi dunia pendidikan. Pendidik secara tidak langsung didorong untuk bisa mewujudkan pendidikan abad 21. Tujuan dari pendidikan abad 21 adalah mendorong peserta didik agar menguasai keterampilan-keterampilan abad 21 yang penting dan berguna bagi mereka agar lebih responsif terhadap perubahan dan perkembangan zaman (Afandi, Junanti, Fitriani; 2016). Selain itu, keterampilan abad 21 atau yang disebut sebagai framework 21st Century Learning juga menuntut peserta didik memiliki keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan dibidang teknologi, media dan informasi, keterampilan pembelajaran, inovasi, dan keterampilan hidup (Simanjuntak, 2019).      

                                                    

Untuk menjawab tantangan besar tersebut munculah konsep atau gerakan pembelajaran STEAM. STEAM berawal dari konsep pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, & Math). Tsupors (dalam Winarni, 2016) menyatakan bahwa pendidikan STEM terpadu adalah pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik menggunakan sains, teknologi, teknik, dan matematika dalam konteks nyata mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global. Kemudian para ahli perlu untuk menambahkan seni sehingga STEM bertransformasi menjadi STEAM.                                                                                            


Dengan hadirnya STEAM, guru berada dalam level adaptif terhadap perubahan zaman. Sistem pendidikan adaptif bermakna perlunya sinergitas antara rancangan proses pendidikan dengan perkembangan pengetahuan terkini (Afand, Junanto, & Afriani, 2016), yang oleh Hawes –Neisbit (2005) disebut dengan modern education. STEAM keberadaanya tidak hanya menjadi modern education, namun juga menjadi salah satu solusi dalam mewujudkan pendidikan abad 21 serta menyiapkan generasi mendatang.


Pembahasan


Konsep STEM berawal dari sebuah gerakan “melek teknologi” yang berawal dari tahun 1970an, yang ketika itu AS berlomba-lomba dengan Uni Soviet (Rusia) dalam membangun teknologi ruang angkasa. Perlombaan berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Menurut Gunn (2020), bom teknologi hadir tahun 1990-an dan 200-an membawa kita pada panggilan Sputnik moderm-kali ini, dalam bentuk ledakan teknologi yang begitu besar sehingga menuntut para pendidik untuk mengalihkan fokus mereka sekali lagi. National Science Foundation (NSF) kemudian merekomendasikan agar pendidikan di AS memasukan unsur utama dalam pembelajaran: sains, teknologi dan matematika, hingga munculah gerakan STEM.                        


Sedangkan Robert (Mulyania, 2019) menambahkan latar belakang gerakan STEM karena, (1) AS kekurangan kandidat tenaga kerja berbasis STEM, (2) tingkat literasi yang signifikan dalam bidang STEM serta posisi capaian siswa sekolah menengah AS dalam TIMSS dan PISA. Kemudian dalam perkembangannya, konsep STEM ditambah dengan huruf “A”, Art. Menurut mayoritas para pakar mengamini jika sebuah teknologi membutuhkan sebuah desain, dan desain tidak bisa terlepas dari seni (art). Menurut George Yakman (Riley, 2019) dari Rhode Island School of Design , ilmu dan teknologi dapat dimaknai dengan teknik dan seni dan semua itu mengandung unsur matematika. Maeda (2013) menambahkan, STEM berubah menjadi STEAM karena pada abad 21, desain dan senilah yang akan mengubah perekonomian sebagaimana ilmu dan teknologi telah memerankannya pada abad-abad sebelumnya.                   

    

Kelima disimplin ilmu STEAM (Anis, 2021) adalah: (1) Science. Pada sains, siswa akan disuguhi sebuah ilmu pengetahuan mengenai aturan, hukum, teori konsep yang sudah ditetapkan pada alam. Hukum alam bisa dipelajari secara empiris yang bersifat obyektif; (2) Technology. Pada ilmu teknologi, siswa diberi keteramplan untuk memahami alat yang digunakan untuk mempermudah segala permasalahan yang ada; (3)Engineering. Siswa diberi sebuah cara untuk merancang sebuah sistem seperti rosedur atau aturan yang bertjuan untuk menyelesaikan masalah; (4)Art. Siswa kan mengenali, mengetahui, memahami, menggunakan dan memperagakan berbagai unsur dan prinsip seni yang sesuai untuk menciptakan, menghasilkan, mengulas, dan merevsi karya asli dalam seni; (5) Math. Pada matematika, siswa akan diajari mengenai korelasi antara besaran, ruang dan angka yang digunakan untuk membuat argumen secara rasional dan logis tanpa harus ada fakta empiris.                                   


STEAM kemudian menjadi sangat populer dan dianggap sebagai pendekatan penting yang harus diimplementasikan dalam pendidikan abad 21. Popularitas STEAM disebabkan karena pendekatan ini menggunakan pengajaran berbasis proyek untuk secara holistik mendorong keterampilan siswa dalam kreativitas, pemikiran desain literasi teknologi, kolaborasi, dan pemecahan masalah (Feldman, 2015).Selain itu pembelajaran dengan pendekatan STEAM merupakan pembelajaran kontekstual (Yakman & Lee, 2012), di mana siswa akan diajak memahami fenomena-fenomena yang terjadi yang dekat dengan dirinya.                                                        

     

Kerangka kerja STEAM tidak hanya mengajarkan siswa bagaimana berpikir kritis, memecahkan masalah dan menggunakan kreativitas, namun juga mempersiapkan siswa untuk bekerja di bidang yang siap berkembang (Laudeman, 2021). STEAM bertujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa, kreativitas, inovasi, keterampilan pemecahan masalah, dan manfaat koginitif lainnya (Liao, 2016). Berbalik dari metode pengajaran tradisional, pendidik menggunakan kerangka ini untuk menyatukan disiplin dan memungkinkan menggunakan kedua sisi otak mereka secara bersamaan. Fakta lain dari sebuah penelitian menunjukkan hampir semua peraih nobel dalam bidang sains mempraktikkan beberapa bentuk seni sebagai orang dewasa (Marr, 2020).


Praktik STEAM


Pendekatan STEAM membutuhkan model pembelajaran agar mempermudah dalam mengimlementasikan. Beberapa peneliti menyarankan menggunakan model Problem Based Learning (PBL), meskipun PBL tidaklah suatu yang fixed karena masih ada banyak model yang lain. Beberapa kajian menunjukkan pembelajaran STEAM dimungkinkan dapat disandingkan dengan model Problem Based Learning (Kelley T, 2020). PBL adalah pembelajaran yang menggunakan permasalahan sebagai tolak ukur dalam pembelajaran dan dalam meyelesaikan permasalahan, siswa membutuhkan suatu pengetahuan baru sebagai penyelesainnya (Budiyono et al, 2020). Menurut Afriana et al., (2016) integrasi STEM pada pembelajaran PBL dapat memberikan dampak positif terhadap literasi sains siswa.        

                       

Thibaut et.,al (2018) menyatakan bahwa kerangka kerja STEM terdiri dari 5 hal, yaitu: (1) pengintegrasian konten STEM, (2) pembelajaran berbasis masalah, (3) pembelajaran berbasis inquiry, (4) pembelajaran berbasis desain, dan (5) pembelajaran kooperatif. Kamienski (2018), menyatakan bahwa STEAM dapat dilakukan dengan: (1) mengidentifikasi aktifitas utama; (2) mengidentifikasi sub-aktifitas; (3) mendefinisikan keuntungan khusus yang bisa diraih; (4) memilih matrik/mengembangkan pengambilan data; (5) mengeksplor aspek-aspek sosial yang terlibat; dan (6) mengeksplor kemanfaatan perseorangan.        

                                          

Menurut Ariyanti (2020), rancangan pembelajaran STEAM  terdiri dari beberapa langkah, diantaranya: (1) merumuskan tujuan pembelajaran, (2) menganalisis materi pembelajaran, (3) menentukan model dan metode pembelajaran, (4) menentukan alat, media dan sumber belajar, (5) menyusun langkah-langkah pembelajaran, (6) penilaian pembelajaran, (7) menyusun refleksi.  Untuk model pembelajaran yang bisa disandingkan dengan STEAM, selain Problem Based Learning (PBL) guru juga bisa menggunakan model Inquiry, Discovery Learning, dan Project Based Learning. Trianto (2017) menjelaskan sintaks pengajaran berdasarkan masalah secara berurutan yang terdiri dari lima langkah utama yaitu: (1) mengorientasikan siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memandu menyelidiki secara mandiri atau kelompok; (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.                             

                                   

Ada beberapa fitur-fitur yang harus diperhatikan oleh guru agar pembelajaran dan kurikulum STEAM berkualiats tinggi (Munawar, Roshayanti, & Sugiyanti, 2019), diantaranya: (1) Kurikulum dan pembelajaran matematika dan sains yang ketat; (2) Jika kursus STEM terpisah/tidak ada, maka mengintegasikan teknologi ke dalam kurikulum sains dan matematika; (3) Memperomosikan desain dan pemecahan masalah; (4) Mempromosikan penyelidikan; (5) Dikembangkan dengan kelas-bahan yang sesuai; (6) Membahas hasil siswa dan mencerminkan informasi dan pemahaman terbaru di bidang STEM; (7) Memberikan kesempatan untuk menghubungan pendidik STEM dan siswa mereka dengan komunitas STEM yang lebih luas; (8) Memberikan siswa dengan sudut pandang interdisipliner; (9) Menggunakan teknologi yang tepat seperti pemodelan, stimulus, dan pembelajaran jarak jauh untuk meningkatkan pendidikan STEM; (10) Disajikan melalui pengalaman belajar formal dan informal; dan (11) Mengintegrasikan pengetahuan konten inti STEM melalui strategi seperti pembelajaran berbasis proyek.


Bagaimana mengukur keberhasilan pembelajaran STEAM? Anne Joll (2016) menjelaskan sebagai berikut; Pertama, periksa kualitas pelajaran STEAM Anda. Apakah pelajaran Anda tepat sasaran? Apa yang dicapai oleh pelajaran-pelajaran itu, yang diambil secara kolektif, bagi siswa Anda? Setidaknya, pelajaran seorang pendiidk harus membantu siswa meningkatkan kemampuan mereka untuk melakukan tugas inti. Guru bisa mempertimbangkan tips sederhana, seperti: (1) fokuskan perhatian pada mengidentifikasi dan memecahkan masalah nyata; (2) menerapkan konsep sains dan matematika tingkat kelas tertentu; (3) gunakan proses rekayasa desain untuk memadukan pemikiran dan pemecahan masalah mereka; dan (4) membuat dan menguji prototipe (teknologi) sebagai solusi.                

        

Kedua, mengukur pemahaman siswa tentang sains dan matematika yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Pendidik membantu siswa membuat koneksi matematika dan sains tertenu selmaa pelajaran dan memastikan anak-anak benar-benar memahami bagaimana matematika dan sains bekerja sama dalam menciptakan solusi. Ketiga, melihat kemajuan kerja tim siswa. Pertimbangkan kemajuan siswa dalam bekerja sebagai anggota tim yang produktif. Guru dapat menjaga perilaku kerja tim yang baik di radar siswa dengan meminta mereka untuk melakukan penilaian diri singkat selama 60 detik, secara individu atau sebagai tim, sebelum setiap kelas dimulai.          

           

Keempat,  mulai mengembangkan keterampilan STEAM. Yang bisa dilakukan oleh guru dalam langkah keempat ini adalah: (1) Munculkan beberapa kemungkinan solusi yang berbeda untuk suatu masalah; (2) Kombinasikan materi dan ide dengan cara yang cerdas dan imajinatif untuk menciptakan solusi; (3) Rancang prototipe dan uji untuk melihat apakah perangkat ini memecahkan masalah; (4) Berhasil mengevaluasi hasil pengujian mereka, dan menganalisis dan menafsirkan data mereka; (5) Kenali hal-hal yang dapat mereka lakukan untuk mengubah dan meningkatkan desain prototipe; (6) Mengkomunikasikan ide dengan cara baru dan inovatif.                   


Dan yang kelima, adalah mengkaji sikap dan pertumbuhan rasa percaya diri siswa. Tujuan utama pelajaran STEM termasuk mengembangkan sikap khusus yang akan membantu anak-anak menjadi siswa, warga negara, dan anggota angkatan kerja yang lebih sukses. Pikirkan tentang bagaimana siswa Anda bereaksi selama dan mengikuti pelajaran STEM mereka. Guru bisa melihat indikator, seperti: (1) merasa “aman” dalam mengekspresikan ide-ide imajinatif out of he box; (2) percaa bahwa gagal itu aman, lalu menggunakan kegagalan sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri; (3) menyarankan ide-ide kegigihan dalam menemukan solusi untuk suatu masalah; (4)tunjukkan peningkatan kegigihan dalam menemukan solusi untuk suatu masalah; (5) ambil kepemilikan proyek dan pembelajaran mereka; (6) ekpresikan rasa ngin tahu yang meningkat dan ajukan lebih banyak pertanyaan; dan (7) mentransferkan praktik STEM ke bidang studi lain.           

                                        

Para akademisi dan pendidik telah melakukan telaah dan kajian mendalam terhadap praktik STEAM di tanah air. Model Pembelajaran STEAM sangat efektif diterapkan dalam pembelajaran IPA Kelas IV SD Pertiwi Makasar (Narsah, et.,al, 2021). Pendekatan STEAM dapat dimplementasikan pada pendidikan anak usia dini pada pembelajaran daring (Sa’idah, 2021). STEAM juga telah membentuk antusiasme yang tinggi pada guru-guru SD (Estriyanto, 2020). STEAM ketika diintegrasikan dengan model PBL mempunyai kefektifan terhadap kemampuan berpikir kreatif jika ditinjau dari pemahanan konsep siswa (Budiyono, et.,al, 2020). Pembelajaran STEM juga mampu mengembangkan semua kompetensi yang dimiliki anak dengan menjadikannya dalam satu kesatuan melalui aspek kreativitas, sehingga memunculkan kemampuan adaptif, inisiatif, kepercayaan diri, produktif, berpikir kritis dan tanggung jawab (Gustina, Dewi, & Mugara, 2020).


Kesimpulan


Pembelajaran STEAM telah menjadi sebuah kesadaran diri para guru untuk bisa menerapkan dalam semua jenjang dalam pendidikan. Kesadaran tersebut menjadi sebuah keniscayaan bagi para pendidik agar mereka bisa mewujudkan pendidikan dan keterampilan abad 2. Dan STEAM adalah salah satu jalan yang harus mereka praktikan di dalam kelas-kelas.Ketika STEM digabungkan dengan A (Arts), teknologi tidak lagi menjadi kaku karena di sana mengandng sebuah seni. Anak-anak yang mempunyai bakat di sana akan merasa nyaman dengan mengikuti pembelajaran STEAM. STEAM telah mengakomodir hampir semua mata pelajaran di sekolah sehingga pendekatan pembelajaran ini tidak lagi menjadi momok dan dicintai baik oleh guru maupun siswa.


Daftar Pustaka

Anis, Harisah. 2021. Pembelajaran STEAM. https://www.tripven.com/pembelajaran-stem/, diakses 10 Januari, 2021.


Afandi, Junanto, Tulus, Afriani Rachmi. Implementasi Digital Age Literacy Dalam Pendidikan Abad 21 Di indonesia. Seminar Nasional Pendidikan Sains ‘Peningkatan Kualitas Pembelajaran Sains dan Kompetensi guru melalui Penelitian & Pengembangan dalam Menghadapi Tantangan Abad-21. Surakarta, 22 Oktober 2016.


Ariyanti, Nofi. 2020. Rancangan Pembelajaran STEAM.

https://coggle.it/diagram/X1Ky2nHdaubVkh_Q/t/rancangan-pembelajaran-steam


Budiyono et.al.2020. Pengaruh Penerapan Model PBL Terintegrasi STEAM Terhadap Kemamuan Berpikir Kreatif Ditinjau dari Pemahaman Konsep Siswa.Edusains, 12(2), 2020, 166-176


Estriyanto, Yuyun.2020. MENANAMKAN KONSEP PEMBELAJARAN BERBASIS STEAM (SCIENCE, TECHOLOGY, ENGINEERING, ART, AND MATHEMATHICS) PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR DI PACITAN.JIPTEK, Vol. 13 No. 2, 2020 .DOI: https://dx.doi.org/10.20961/jiptek.v13i2.45124


Feldman, Anna. 2015. STEAM Rising: Why we need to put the arts into STEAM education. https://slate.com/technology/2015/06/steam-vs-stem-why-we-need-to-put-the-arts-into-stem-education.html


Gunn, Jennifer.2020. The Evolution of STEM and STEAM in the U.S.

https://resilienteducator.com/classroom-resources/evolution-of-stem-and-steam-in-the-united-states/


Gustina, Dewi; Mugara, R. R. (2020). Pembelajaran STEAM pada pembuatan Instalasi Penjernihan Air menggunakan Botol Plastik Air Mineral untuk Mengembangkan Kreativitas Anak Usia Dini. Jurnal Ceria, 3(4), 323–328.


Hawes-Neisbitt, P. (2005). Higher order thinking skills in a science classroom computer simulation. Thesis. Brisbane: Quensland University of Technology


Jaka, Afriana. 2016.Penerapan Project Based Learning Terintegrasi STEM untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa Ditinjau dari Gender Jurnal Inovasi Pendidikan IPA 2 (2) 1-9


Joll, Anne. 2016. Designing Useful STEM Classroom Assessments.

https://www.edweek.org/leadership/opinion-designing-useful-stem-classroom-assessments/2016/03


Kamienski, N., & Radziwill, N. (2018). Design for STEAM: Creating Participatory Art with Purpose. The Steam Journal, 3(2). https://doi.org/10.5642/steam.20180302.08


Kelley, T 2010 Staking the Claim for the ‘T’in STEM Journal of Technological Studies 31(1) 2-1


Kelly, Jack.2022. The Metaverse Is Met With Eager Anticipation By Eary Adopters And skepticism Over Meta And Mark Zuckerberg’s Involvement. https://www.forbes.com/sites/jackkelly/2022/01/06/the-metaverse-is-met-with-eager-anticipation-by-early-adopters-and-skepticism-over-meta-and-mark-zuckerbergs-involvement/?sh=4393552bf153


Laudeman, Jane. 2021. Why STEAM Education is so Important Today. https://educationaladvancement.org/blog-why-steam-education-is-so-important-today/


Liao, C. (2016). From interdisciplinary to transdisciplinary: An arts-integrated approach to STEAM education. Art Education, 69(6), 44–49.


Marr, Bernard. 2020. We Need STEAM, Not STEM Education, To Prepare Our Kids For The 4Th Industrial Revolution. https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/01/15/we-need-steam-not-stem-education-to-prepare-our-kids-for-the-4th-industrial-revolution/?sh=653c630255fb


Maeda, J. (2013). STEM + Art = STEAM. The Steam Journal, 1(1). https://doi.org/10.5642/steam.201301.34


Muniorh et.al., 2019. Implementation of STEAM (Science technology Engineering Art Mathematics)-based Early Chilhood Education Learning in Semarang City. Jurnal Ceria. Vol.2, No,5, September 2019.


Mulyania, Tri. 2019. Pendekatan Pembelajaran STEM untuk menghadapi Revolusi Industri 4.0. Seminar Nasional Pascasarjana 2019, ISSN:2686-6404.


Nasrah, et.,al. 2021. Efektifitas Model Pembelajaran STEAM Pada Ssiwa Kelas IV SD. Jurnal Kajian Pendidikan Daar. Vol 6 No.1 Januari 2021


Riley, S. (n.d.). Getting Ready for Careers in STEAM. Retrieved September 22, 2019, from https://www.affordablecollegesonline.org/college-resource-center/steam-careers-art-schools/


Sa’idah, Naili. 2021.Imlementasi Model Pembelajaran STEAM Pada Pembelajaran Daring. Jurnal Kajian Pendidikan dan Hasil Peelitian. Vol.7.No.2, Mei 2021


Simanjuntak, Maria Dewi Ratna.2019. MEMBANGUN KETRAMPILAN 4 C SISWA DALAM MENGHADAPI  REVOLUSI INDUSTRI 4.0 . Prosiding Seminar Nasional Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Vol 3 Tahun 2019, hal 921 – 929


Soh, T., Arsad, N., & Osman, K. (2010). The relationship of 21st century skills on students’ attitude and perception towards physics. Procedia Social and Behavioral Sciences, 7(C), 546554


Thibaut, et al. 2018. Integrated STEM Education: A Systematic Review of Instructional Practices in Secondary Education. European Journal of STEM Education, 3(1), 1–12. https://doi.org/10.20897/ejsteme/85525


Trianto. 2019. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta. Kencana


Winarni, Juniaty., et.al. 2016. STEM: Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Proseding Semnas Pend IPA Pascasarjana.


Yakman, Georgette., Hyongyong, Lee. Exploring The Exemplary STEAM Education in the U.S. as a Practical Educational Framework for Korea. J Korea Assoc. Sci. Edu. Vol. 32, No. 6, 2012. (diakses 18 September 2015).


Zubaidah, Siti.STEAM (Science, technology, Engineering, Arts, and Mathematics): Pembelajaran untuk Memberdayakan Keterampilan Abad ke-21. Conference Paper at Universitas Wiralodra Indramayu, 19 September 2019.


Share with your friends

Give us your opinion

Notification
This is just an example, you can fill it later with your own note.
Done